Mataram, Nusa Tenggara Barat (ANTARA News) - Kepala SD Negeri 3 Obel-Obel, Salbiah, tak kuasa menahan tangis ketika mengingat dua muridnya yang meninggal dunia karena tertimpa tembok rumah saat gempa tektonik 6,4 Skala Richter mengguncang Lombok Timur pada Minggu (29/7).
"Pak, dua murid saya jadi korban gempa, anak kelas 1 dan kelas 3," katanya di Obel-Obel, Rabu.
Saat musibah terjadi, Salbiah menuturkan, dua anak didiknya tengah asyik menonton televisi.
"Saya benar-benar trauma, Pak," katanya.
Namun Salbiah berusaha tegar, tetap menyemangati murid-muridnya yang belajar di tenda-tenda bantuan pemerintah karena bangunan sekolah mereka terdampak gempa.
Sebanyak 80 murid dari kelas 1 sampai 6 SDN 3 Obel-Obel harus belajar di tenda karena delapan ruang kelasnya tidak bisa digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.
"Sekarang kita belajar di tenda," kata Siti Musannadah, seorang guru, menambahkan kegiatan belajar di tenda dilakukan sejak Selasa (31/7).
Pada Rabu, belum semua murid sekolah itu mengikuti kegiatan belajar mengajar, yang antara lain diisi dengan sejumlah kegiatan untuk menghilangkan trauma akibat gempa. Mereka belajar tidak mengenakan seragam sekolah.
"Murid saya tidak menggunakan seragam serta tidak memiliki alat tulis, karena tertimpa bangunan rumahnya yang roboh," kata Siti.
"Seragam dan alat tulis yang paling dibutuhkan saat ini. Untuk belajar sementara bisa di tenda saja," katanya.
Selain itu, ia berharap murid-muridnya mendapat bantuan atau pendampingan untuk pemulihan pasca-trauma.
"Saya dengar di sekolah dusun sebelah sudah ada Kak Seto," katanya, merujuk pada pegiat perlindungan anak Seto Mulyadi.
Gempa berkekuatan 6,4 Skala Richter yang berpusat di kedalaman 24 km mengguncang Pulau Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat, dan Pulau Bali, Minggu (29/7).
Gempa itu menyebabkan setidaknya 16 orang meninggal dunia dan 300 orang terluka, serta menyebabkan ribuan bangunan rumah dan fasilitas publik rusak.
Baca juga: Anak-anak korban gempa Lombok ingin sekolah
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018