Jakarta (ANTARA News) - Direktur Para Insitute Ari Nurcahyo mengatakan adanya calon anggota legislatif yang berlatar belakang bekas narapidana kasus korupsi menjadi catatan gelap bagi demokrasi.
"Praktik KKN setelah rezim Soeharto telah coba diputus di era reformasi dengan berbagai cara melalui KPK, Tap MPR, perangkat undang-undang. Bukannya makin meredam malah direproduksi semakin besar," kata Ari dikutip dari siaran pers di Jakarta, Selasa.
Ari mengatakan pakta integritas yang menyatakan agar partai politik tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi bukanlah jaminan bebasnya bakal calon legislatif dari tiga kasus tersebut.
"Partai politik hanya formalitas menandatangani pakta integritas. Tidak ada kesatuan antara visi atau platform partai yang menyatakan mendukung gerakan antikorupsi, mendukung KPK. Pernyataan semua politisi seperti itu, tetapi sikap dan tindakan parpol begitu berbeda," katanya.
Padahal, menurut Ari, partai politik di Indonesia sangat kuat karena semua proses politik harus melalui partai politik. Pada sisi lain partai politik sangat jauh dari pilar utama demokrasi.
"Korupsi tidak hanya di masalah anggaran, tetapi juga korupsi kebijakan, korupsi norma, dan korupsi sikap karena tindakan parpol sangat jauh dari visi dan misi partai itu sendiri," katanya.
Ari berpendapat sangat sulit untuk memercayai inisiatif dari internal partai untuk bersih-bersih diri.
Menurut dia diperlukan kekuatan dari eksternal, dari KPK, MA, dan masyarakat, untuk memaksa parpol melaksanakan reformasi di tubuhnya.
Ari menegaskan partisipasi publik sangat diperlukan karena pemilu yang berintegritas dapat terjamin dalam ruang publik yang terbuka.
"Publikasi daftar calon-calon ini sangat perlu dilakukan agar KPU tidak bekerja sendirian, ada publik yang ikut mengawasi. Publik dapat ikut mengoreksi daftar," katanya.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018