Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis optimistis Mahkamah Agung (MA) akan mengabulkan gugatan "judicial review" PKPU No. 20 tahun 2018 terhadap UU Pemilu yang diajukan beberapa pihak.
"Dalam PKPU No. 20 tahun 2018 mengatur soal larangan mantan terpidana kasus korupsi tidak menjadi caleg. PKPU tersebut membatasi hak politik WNI. Ini bertentangan dengan undang-undang," kata Margarito Kamis pada diskusi "KPU Larang Eks Terpidana Korupsi" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.
Menurut Margarito, dalam UU Pemilu mengatur bahwa setiap WNI memiliki hak untuk memilih dan dipilih, tapi PKPU No. 20 tahun 2018 melarang mantan terpidana kasus korupsi, narkoba, dan kejahatan seksual menjadi caleg. "PKPU itu jelas bertentangan dengan aturan perundangan, sehingga tidak ada alasan bagi MA untuk menolak gugatan 'judicial review'," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Margarito juga mendesak MA untuk segera menerbitkan putusan dari gugatan "judicial review" PKPU No. 20 tahun 2018 sebelum KPU mengumumkan daftar calon tetap (DCT) caleg. "Kalau MA memutuskan terlambat maka dapat menimbulkan masalah baru," katanya.
Menurut dia, dalam UU MA tidak mengatur batas waktu masa persidangan gugatan "judicial review" sehingga dapat diputuskan dalam dua pekan, enam bulan, atau satu tahun. Sementara, tahapan pemilu, kata dia, terus berjalan dengan batas waktu yang ditetapkan.
Sementara itu, mantan terpidana kasus korupsi Wa Ode Nurhayati mengatakan, dirinya batal menjadi caleg karena terbentur PKPU No. 20 tahun 2018 yang isinya mengatur pelarangan mantan terpidana kasus korupsi menjadi caleg.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai, PKPU No. 20 tahun 2018 sebenarnya sebenarnya adalah aturan ganda, karena ditandatangani oleh Ketua KPU, Arif Budiman, pada tanggal yang berbeda, yakni Juni dan Juli 2018. "Saya juga melihat PKPU ini bertentangan dengan UU karena membatasi hak politik WNI," katanya.
Karena itu, Wa Ode Nurhayati mengajukan gugatan "judicial review" PKPU No. 20 tahun 2018 terhadap Undang-undang ke Mahkamah Agung. "Sebagai mantan narapidana, saya merasakan penegakan hukum di Indonesia masih belum memenuhi rasa rasa keadilan. Saya mengimbau agar penegakan hukum dapat dilakukan secara adil dan memenuhi rasa keadilan," katanya.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018