Medali emas untuk bidang kimia diraih oleh Ong Christoper Ivan Wijaya, siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kristen YSKI, Semarang. Sedangkan untuk bidang fisika diraih oleh Johanes, siswa SMA Frateran, Surabaya.
Dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Selasa, tim IChO Indonesia juga berhasil meraih satu medali perak oleh Abdullah Muqoddam, siswa Madrasah Aliyah (MA) Negeri Insan Cendekia Serpong dan dua medali perunggu oleh Rizki Kurniawan, siswa SMA Negeri 1 Metro, Lampung, dan Muhammad Syaiful, Islam siswa SMA Cindera Mata, Bekasi.
Keempat siswa tersebut mewakili Indonesia bersaing dengan 309 siswa dari 80 negara peserta IChO tahun 2018.
Sementara itu, tim IPhO Indonesia, meraih medali perak oleh Jason Jovi Brata siswa SMAK 1 BPK Penabur, Jakarta, dan medali perunggu masing-masing diraih oleh Ahmad Aufar Thoriq, siswa SMA Semesta BBS, Semarang; Bryant Juspi, siswa SMA Darma Yudha, Pekanbaru, dan Raditya Adhidarma Nugraha, siswa SMA Negeri 1 Yogyakarta.
Lima remaja yang mengharumkan nama Indonesia di ajang internasional itu mampu bersaing dengan 670 siswa dari 90 negara peserta IPhO 2018.
Direktur Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Purwadi Sutanto, merasa bangga atas prestasi yang diraih para siswa yang merupakan hasil seleksi berjenjang mulai dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi hingga tingkat nasional yakni ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN) di Pekanbaru, Riau, pada 2017 yang lalu.
"Prestasi ini, kado ulang tahun hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-73. Tim IChO, Alhamdulillah berhasil membawa empat medali dan tim IPhO raih satu emas, satu perak dan tiga perunggu. Ini prestasi luar biasa. Ini membanggakan buat kita semua bangsa Indonesia," kata dia.
Ditambahkan Purwadi, sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik, setiap siswa yang berprestasi dalam ajang internasional akan mendapatkan penghargaan berupa beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Peraih medali emas pada ajang IChO ke-50, Ong Chritopher Ivan Wijaya (17), mengaku bersyukur bisa bertemu guru yang dapat memotivasinya hingga bisa bersaing di ajang internasional.
"Awalnya saya suka matematika, puji Tuhan waktu SMA kebetulan ketemu guru kimia yang sebenarnya bukan mengajarnya yang bagus, tetapi guru saya itu pintar memotivasinya. Membuat saya menjadi suka kimia," ujar Ivan.
Sementara rekannya, Abdullah Muqoddam, yang kini kuliah di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, menyampaikan bahwa saingan terberat tim Indonesia adalah para siswa dari negara-negara maju.
"Saingan terberat kebanyakan dari negara-negara maju, seperti Amerika, Rusia dan China. Mereka itu dapat medali emasnya dengan nilai paling tinggi," kata Muqoddam.
Kepala SMA Cindera Mata, Bekasi, Ros Hayati, menjelaskan bagaimana penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pengembangan peserta didik di bidang sains dan teknologi.
"Di sini BOS kami manfaatkan untuk pembinaan anak-anak, pengembangan anak-anak. Setiap kompetisi kami dorong anak-anak untuk ikut, dan alhamdulillah_ pada OSN 2017 dan 2018 kami berturut-turut mendapat emas di bidang kimia dan biologi, dan sekarang kami bangga atas prestasi siswa kami yang telah ikut IChO di Ceko," kata Ros.
Baca juga: Indonesia raih empat medali olimpiade kimia internasional
Pewarta: Indriani
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018