Madrid (ANTARA News) - Spanyol, yang kini mempunyai kedudukan baru sebagai negara utama tujuan manusia perahu dari Afrika, akan menganggarankan sekitar 30 juta euro atau sekitar Rp500 miliar untuk menangani arus pengungsi, kata pemerintah.

Sepanjang dua bulan berkuasa, Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, dari Partai Sosialis menegaskan paham liberalismenya dengan menawarkan diri menerima ratusan pendatang dari Laut Mediterania. Spanyol yang memiliki garis pantai di Laut Mediterania menjadi salah satu negara tujuan pengungsi dari Timur Tengah.

Sikap itu membuat Uni Eropa bernafas lega karena negara anggotanya masih bertengkar soal cara menangani pendatang.

Uang 30 juta euro itu untuk pembiayaan awal penanganan kedatangan pengungsi dari Laut Mediternia; mulai dari gaji petugas, pengadaan selimut, makanan, proses identifikasi, hingga penentuan pemberian status suaka, kata juru bicara kantor perdana menteri.

Pada Senin, Madrid membuka pusat penerimaan sementara di Andalusia, kawasan yang hanya dipisahkan Selat Gibraltar selebar 14 km dari Afrika.

Saat mengunjungi tempat penampungan berkapasitas 700 orang itu, Menteri Ketenagakerjaan Spanyol, Magdalena Valerio, mengatakan, imigrasi adalah fenomena yang tidak bisa dihentikan.

"Kebijakan migrasi harus ditanggung bersama leh seluruh negara Eropa. Mereka harus ikut terlibat," kata dia.

Pemerintahan Sanchez mengatakan, perdana menteri sebelumnya telah membuat Spanyol tidak siap mengantisipasi arus besar migrasi, yang menurut data badan pengungsi PBB UNHCR telah mencapai 24.000 orang sepanjang tahun ini.

Sementara itu, Italia, yang sebelumnya menjadi tujuan utama para imigran perahu dari Afrika, telah kedatangan 18.300 orang pada periode yang sama. Pemerintah baru di negara itu melarang organisasi penyelamat migran memarkir kapalnya di pelabuhan Italia.

Di sisi lain, seteru politik Sanchez dari sayap kanan mengatakan bahwa kebijakan baru sang perdana menteri akan menjadi "faktor penarik" insentif bagi para migran untuk terus datang ke Eropa, sehingga akar persoalan di Afrika tidak terselesaikan.

"Ketimbang membicarakan faktor penarik, kita seharusnya mengritik kekurangan antisipasi dari pemerintahan sebelumnya, yang tidak berbuat apa-apa terhadap kenaikan angka kedatangan, sehingga memaksa pemerintahan sekarang memutuskan kebijakan darurat," demikian kantor perdana menteri.

Pewarta: ANTARA
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018