"Jumlah gempa bumi tersebut belum termasuk yang terjadi hari ini dengan jumlah gempa susulan sebanyak 203 kejadian hingga pukul 22.20 WITA," kata Kepala Stasiun Geofisika Mataram Agus Riyanto, ketika mengikuti telekonferensi di Mataram, Minggu malam (29/7).
Telekonferensi dengan media lokal di NTB, dan media di Jakarta tersebut juga menghadirkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Menurut Agus, ada tren peningkatan jumlah kejadian gempa bumi di NTB. Pada 2016 lebih dari 800 kejadian, kemudian pada 2017 meningkat menjadi 1018 kejadian gempa.
Baca juga: PVMBG kirim tim tanggap bencana ke Lombok
Gempa bumi yang terjadi di NTB sepanjang semester I/2018 berkekuatan 3-5 pada Skala Richter (SR). Gempa bumi tersebut ada yang terjadi di darat dan di laut.
Aktivitas pemantauan gempa, kata dia, setiap saat dilakukan. Pasalnya, kejadian gempa tidak bisa diprediksi dan bisa terjadi kapan saja tanpa mengenal waktu.
"Hingga saat ini gempa bumi belum dapat diprediksi oleh siapa pun. Jika ada info yang mengatakan akan ada gempa pada waktu mendatang bisa kami pastikan itu berita bohong (hoax)," ujarnya.
Baca juga: Menko PMK pastikan penanganan gempa Lombok
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, menjelaskan NTB termasuk daerah rawan gempa bumi karena dengan kekuatan cukup besar karena terdapat dua sumber utama pembangkit gempa bumi, yaitu di sebelah selatan terdapat zona subduksi (zona penunjaman), yaitu penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.
Selain itu, di sebelah utara terdapat zona sesar naik busur belakang Flores (Flores back arc trust).
Ia menambahkan gempa bumi yang sering terjadi di NTB juga disebabkan adanya patahan aktif.
"Gempa bumi berkekuatan 6,4 SR yang terjadi di Lombok hari ini, juga akibat patahan aktif Sesar Naik Flores," ujarnya.
Baca juga: Kementerian PUPR identifikasi kerusakan infrastruktur lombok
Pewarta: Awaludin
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018