Jakarta (ANTARA News) - "Revolusi olahraga demi mengharumkan nama bangsa. Olahraga adalah bagian dari revolusi multikompleks bangsa ini", kata-kata tersebut pernah diucapkan oleh Presiden Pertama Indonesia Sukarno.

Pernyataan itu menunjukkan perhatian Sang Proklamator terhadap pembangunan manusia Indonesia melalui olahraga. Saat itu, Sang Putra Fajar menetapkan sasaran menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari 10 besar kekuatan olahraga di dunia.

Prestasi di bidang olahraga memang menjadi salah satu kebanggaan suatu bangsa. Diwakilkan oleh satu orang atlet atau satu tim olahraga, kebanggaan sebuah bangsa bisa tergugah atas prestasi yang terukir di bidang olahraga.

Masih segar di ingatan masyarakat, prestasi Lalu Muhammad Zohri yang berhasil menjadi juara dunia pada Kejuaraan Dunia Atletik U-20 di Finlandia pada 11 Juli 2018.

Pemuda berusia 18 tahun dari Nusa Tenggara Barat itu menorehkan prestasi tertinggi pada nomor lari 100 meter, sekaligus memecahkan rekor nasional junior dengan waktu 10,17 detik.

Dia berhasil mematahkan rekor nasional junior sebelumnya, juga atas namanya, yaitu 10,25 detik yang ditorehkan saat Asian Games Invitation Tournament pada Februari 2018.

Pencapaian terbaik atlet Indonesia pada nomor 100 meter sebelumnya diraih pada 1986 yang berhasil meraih peringkat delapan pada perempat final kejuaraan yang sama.

"Saya sangat senang dengan catatan waktu terbaik saya dan rekor nasional junior ini. Sekarang saya akan bersiap untuk Asian Games bulan depan. Saya sangat bangga. Ini merupakan saat terbaik dalam karir atletik saya," kata Zohri saat itu.


Asian Games

Asian Games merupakan pesta olahraga tertinggi bagi bangsa-bangsa Asia.

Awal dari pesta olahraga ini adalah pesta olahraga Timur Jauh ( Far Eastern Championship Games) yang diadakan pertama kali pada 1938 untuk menunjukkan kesatuan dan kerja sama antara negara Jepang, Flipina dan Tiongkok.

Setelah Perang Dunia II dan sejumlah negara di Asia menerima kemerdekaannya, negara-negara baru tersebut menginginkan sebuah kompetisi olahraga baru untuk memperkuat saling pengertian antarbangsa.

Saat Olimpiade London 1948, perwakilan India Guru Dutt Sondhi mengusulkan kepada para pemimpin kontingen negara-negara Asia untuk mengadakan pesta olahraga antarnegara Asia.

Seluruh perwakilan negara Asia menyetujuinya dan dilaksanakan pembentukan federasi atletik Asia dan membentuk panitia persiapan untuk membuat sebuah piagam.

Federasi atletik Asia akhirnya berdiri pada Februari 1949 menggunakan nama Federasi Asian Games. Federasi menyepakati Asian Games pertama akan diadakan pada 1951 di New Delhi, India dan akan diselenggarakan selanjutnya setiap empat tahun sekali.

Asian Games kedua diadakan di Manila, Filipina pada 1954 dan yang ketiga di Tokyo, Jepang pada 1958. Pada 23 Mei 1958, Dewan Federasi Asian Games memberikan dukungan kepada Jakarta, Indonesia untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games keempat pada 1962.

Berbagai persiapan menyambut penyelenggaraan Asia Games keempat pun dilakukan Indonesia. Untuk mempercepat pembangunan sarana dan prasarana serta fasilitas olahraga, dibentuk Komando Urusan Asian Games langsung di bawah komando Presiden Sukarno dengan komandan pelaksana Mayjen D Suprayogi.

Kawasan kompleks olahraga Senayan pun dibangun di atas beberapa bekas kampung, antara lain Senayan, Petunduan, Kebon Kelapa dan Bendungan Hilir dengan ikon Stadion Utama Gelora Bung Karno yang memiliki atap gelang.

Selain Stadion Utama, juga dibangun Stadion Renang berkapasitas 8.000 penonton, Stadion Tenis berkapasitas 5.200 penonton dan Stadion Madya berkapasitas 20.000 penonton yang berdiri di atas area seluar 1,75 hektare. Semua selesai dibangun dalam waktu setahun.

Untuk mendukung penyiaran Asian Games, pemerintah Indonesia mendirikan stasiun televisi nasional. Pada 25 Juli 1961, Menteri Penerangan R Maladi menandatangani surat keputusan tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi.

Pada Oktober 1961, Presiden Sukarno memerintahkan pembangunan sebuah studio dan dua menara televisi di Senayan.

Televisi nasional bernama Televisi Republik Indonesia (TVRI) itu akhirnya melakukan uji siaran pertama pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dari Istana Merdeka pada 17 Agustus 1962.

Selain fasilitas olahraga, pemerintah Indonesia juga membangun beberapa sarana dan prasarana pendukung untuk Asian Games 1962, yaitu Jalan MH Thamrin, Jalan Gatot Subroto, Jembatan Semanggi dan Hotel Indonesia yang seluruhnya dapat diselesaikan tepat waktu.

Sebagai lambang keramahan bangsa Indonesia menyambut para peserta Asian Games, di ujung selatan Jalan MH Thamrin dibangun Monumen Selamat Datang, tepat di depan Hotel Indonesia.

Perselisihan

Kini, penyelenggaraan Asian Games keempat di Jakarta, diwarnai perselisihan di tubuh Federasi Asian Games atas kemungkinan Taiwan dan Israel ikut serta.

Sebagai tuan rumah, untuk menunjukkan simpati kepada China dan negara-negara Arab, pemerintah Indonesia menolak memberikan visa bagi delegasi Israel dan Taiwan.

Tindakan itu menyalahi aturan Federasi Asian Games dan janji pemerintah Indonesia sendiri yang menyatakan akan mengundang semua anggota federasi termasuk dari negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik.

Komite Olimpiade Internasional yang memiliki doktrin memisahkan antara politik dan olahraga mengecam keras tindakan itu yang tetap tidak juga diindahkan pemerintah Indonesia.

Kecaman Komite Olahraga Indonesia akhirnya berujung pada penangguhan keanggotan Indonesia dan skorsing untuk mengikuti Olimpiade Tokyo 1964.

Menanggapi penangguhan dan skorsing dari Komite Olimpiade Internasional, Presiden Sukarno kemudian mendirikan Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang (Ganefo) sebagai tandingan Olimpiade.

Ganefo pertama diadakan di Jakarta pada November 1963 diikuti sekitar 2.700 atlet dari 51 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin; menggunakan sarana dan prasarana serta fasilitas yang sebelumnya dibangun pemerintah Indonesia untuk Asian Games keempat.

Setelah penyelenggaraan Ganefo kedua di Phnom Penh, Kamboja; pemerintah China yang seharusnya menyelenggarakan Ganefo ketiga di Beijing membatalkan niatnya dan menyerahkan kepada Pyongyang, Korea Utara.

Namun, Ganefo ketiga batal diselenggarakan dan akhirnya pesta olahraga tandingan Olimpiade itu dibubarkan.

Menilik perjalanan penyelenggaraan pesta olahraga di Indonesia, penyelenggaraan Asian Games XVII di Jakarta dan Palembang diharapkan bisa kembali menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.

Pada Asian Games 2018 pemerintah menargetkan Indonesia masuk dalam 10 besar.

Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan bahwa target tersebut akan tercapai dan tantangan terbesar bagi kontingen Indonesia adalah pada mental untuk bertanding.

Untuk membangkitkannya, menteri mendorong para atlet agar tetap percaya diri, apalagi akan tampil di rumah sendiri.

"Ketika mengunjungi pelatnas Asian Games saya melihat optimisme itu muncul dari dalam hati dan semangat yang ditunjukkan para atlet kita," katanya.

Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani pada acara kirab obor Asian Games di Blitar mengatakan, sejarah berulang bagi Indonesia untuk menjadi tuan rumah pesta olahraga tersebut.

Puan meminta agar semangat dan kebanggaan bangsa Indonesia yang membuncah saat penyelenggaraan Asian Games 1962 tetap menggelora pada tahun 2018 ini.

Bukan hanya kebanggaan dengan membuktikan diri sebagai tuan rumah yang baik, melainkan juga kebanggan atas keberhasilan atlet-atletnya meraih prestasi tertinggi.

Bukan tidak mungkin, pada Asian Games XVIII, akan muncul "Zohri-Zohri" lain di cabang olahraga lain yang bisa membangkitkan rasa bangga bangsa Indonesia.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2018