Dengan wacana tersebut keuntungan eksportir batu bara akan melambung tinggi."
Jakarta (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) secara tegas menolak rencana Kementerian Koordinator Kemaritiman menghapuskan harga (Domestic Market Obligation/DMO) untuk batu bara, dan menggantinya dengan harga internasional atau ekspor.
"Kami menolak rencana itu karena jika dilihat dari sisi kebijakan publik merupakan sebuah kemunduran," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Sebelumnya, Kemenko Kemaritiman berencana menghapuskan harga DMO (Domestic Market Obligation) untuk batu bara dan menggantinya dengan harga internasional sebagaimana harga batu bara untuk ekspor.
Rencana tersebut akan disampaikan pada Sidang Kabinet, Selasa (31/7). Sebagai gantinya, pemerintah akan meminta industri batu bara untuk iuran dengan jumlah dana tertentu.
Hal itu sebagaimana dilakukan pada industri sawit. Dana iuran tersebut akan dikelola oleh sebuah lembaga (BLU) di bawah Kemenkeu.
Tulus menjelaskan, selama ini harga DMO batu bara ditetapkan pemerintah sebesar 70 dolar AS per metrik ton, bukan berdasar harga internasional.
"Batu bara DMO digunakan untuk memasok pembangkit PT PLN," katanya.
Jika wacana ini (penghapusan harga DMO) diterapkan, kata Tulus, artinya pemerintah lebih pro kepada kepentingan segelintir orang (pengusaha batu bara) daripada kepentingan masyarakat luas yakni konsumen listrik.
"Dengan wacana tersebut keuntungan eksportir batu bara akan melambung tinggi," katanya.
Terkait dengan analogi formulasi industri kelapa sawit, Tulus menilai hal itu tidak elegan, bahkan merendahkan derajat PT PLN sebagai BUMN dengan aset terbesar di negeri ini.
Derajat PT PLN, kata Tulus, akan direndahkan jika eksistensi dan arus kas PT PLN harus bergantung pada dana iuran/saweran industri batu bara.
"Kepentingan nasional tidak bisa direduksi dan tidak boleh tunduk demi kepentingan pasar," katanya.
Oleh karena itu, YLKI mendesak Menko Maritim membatalkan wacana tersebut demi kepentingan yang lebih besar dan lebih luas, yakni masyarakat/konsumen listrik di Indonesia.
"Jangan sampai formulasi ini hasilnya memberatkan (membuat bleeding) finansial PT PLN, dan kemudian berdampak buruk pada pelayanan dan keandalan PT PLN kepada konsumen listrik," kata Tulus.
Selain itu, kata Tulus, wacana tersebut pada akhirnya akan menjadi skenario secara sistematis untuk menaikkan tarif listrik pada konsumen.
"Karenanya, sekali lagi, wacana Menko Maritim untuk mencabut DMO batu bara harus ditolak!" demikian Tulus.
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018