Perusahaan rokok melakukan berbagai upaya destruktif sistematis melalui berbagai media promosi dan kegiatan yang menyimpangkan persepsi terhadap bahaya rokok

Pasuruan, (ANTARA News) - Suka cita 3.000 anak yang merayakan Hari Anak Nasional 2018 di Kebun Raya Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur, Senin dinilai tercoreng oleh promosi rokok besar-besaran yang melibatkan anak di provinsi yang sama.

Adalah audisi beasiswa bulu tangkis yang dilakukan sebuah industri rokok yang disebut-sebutkan melibatkan 802 anak usia enam tahun hingga 14 tahun dengan mengenakan kaos bertuliskan nama produk rokok yang dipersoalkan.

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dan Yayasan Lentera Anak menilai tragis, peringatan Hari Anak Nasional 2018 di Pasuruan dibarengi dengan promosi rokok melalui Audisi Beasiswa Djarum Bulutangkis untuk anak-anak di Surabaya.

"Terlalu naif memandang anak-anak peserta audisi bulutangkis itu sebatas sebagai generasi belia yang bercita-cita menjadi olahragawan," kata Ketua Umum LPAI Seto Mulyadi.

Menurut Kak Seto, panggilan akrabnya, penyelenggaraan audisi tersebut bukan semata-mata tentang pengembangan diri anak menjadi olahragawan profesional.

Karena itu, dia meminta semua pihak untuk mencermati audisi tersebut sebagai strategi pembentukan disonansi kognitif yang dimainkan perusahaan rokok untuk menetralkan persepsi masyarakat tentang bahaya rokok, terutama di kalangan anak-anak.

Disonansi kognitif merupakan kondisi ketika manusia mengalami kerancuan berpikir sehingga kesulitan menarik simpulan pasti atas objek tersebut.

Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan pelibatan anak-anak pada kegiatan yang disponsori industri rokok merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

"Menurut Pasal 47 Ayat (1) Peraturan tersebut, setiap penyelenggaraan kegiatan yang disponsori peroduk tembakau dilarang mengikutsertakan anak di bawah 18 tahun," katanya.

Apalagi, pada kegiatan tersebut, anak-anak akan diminta mengenakan kaos dengan atribut perusahaan tersebut. Menurut Lisda, hal itu tidak etis dan melanggar aspek perlindungan anak.

Menurut Lisda, rokok adalah produk yang membahayakan kesehatan dan mengandung zat adiktif.

Karena itu, LPAI dan Lentera Anak mendesak pemerintah untuk melarang iklan, promosi dan sponsor rokok secara menyeluruh serta pelibatan anak dalam kegiatan yang diselenggarakan atau didukung perusahaan rokok.

"Pemerintah harus menjadi motor utama untuk menghalau upaya perusahaan rokok menetralkan persepsi masyarakat terhadap bahaya rokok, terutama di kalangan anak-anak," kata Lisda.

LPAI dan Lentera Anak juga meminta pemerintah memanggil pelaku usaha selain perusahaan rokok untuk berkiprah nyata menumbuhkan generasi belia yang sehat dan berbakat.

Sementara itu, Kak Seto mengajak orang tua, masyarakat dan anak-anak untuk membangun sikap kritis terhadap berbagai upaya industri rokok untuk mempromosikan rokok.

"Perusahaan rokok melakukan berbagai upaya destruktif sistematis melalui berbagai media promosi dan kegiatan yang menyimpangkan persepsi terhadap bahaya rokok," tutur Kak Seto, panggilan akrabnya.

LPAI dan Lentera Anak menilai bila iklan, promosi dan sponsor rokok dilarang, pelaku usaha selain perusahaan rokok ikut berkiprah untuk generasi muda dan sikap kritis masyarakat sudah terbentuk merupakan tolok ukur keberhasilan perlindungan anak dari bahaya rokok.

Ancaman

Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) menyatakan menolak iklan rokok beredar melalui berbagai media, karena hal itu merupakan ancaman bagi generasi muda.

"Kami khawatir generasi muda menjadi lemah karena iklan rokok memengaruhi pelajar dan akhirnya kecanduan zat adiktif rokok," kata Ketua Pimpinan Pusat IPM M Irsyad.

Menurut penelitian yang dilakukan Pimpinan Pusat IPM, 67 persen pelajar mulai merokok karena melihat iklan rokok. IPM melihat hal itu merupakan ancaman bagi generasi muda karena bila terpapar zat adiktif akan berdampak buruk pada kesehatan dan menurunkan produktivitas.

Menurut Irsyad, pelajar merupakan tunas bagi generasi masa depan bangsa. Menjadi keharusan bagi setiap elemen bangsa untuk memastikan pelajar Indonesia menjadi generasi yang unggul.

Karena itu, IPM meminta pemerintah agar membuat peraturan yang melarang iklan rokok.

Sementara itu, Program Manager Indonesia Institute for Social Development (IISD) Artati Haris menilai negara belum berpihak melindungi pelajar dan generasi muda dari bahaya rokok.

"Belum ada keberpihakan karena belum ada regulasi yang melarang iklan total rokok," katanya.

Karena itu, bersama Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah, IISD meminta pemerintah agar membuat peraturan yang melarang iklan rokok di berbagai media.

IISD berharap segera ada peraturan tentang larangan iklan rokok, salah satunya melalui revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang penyiaran.

"Revisi Undang-Undang Penyiaran merupakan salah satu pintu masuk untuk memulai perlindungan generasi muda dari bahaya rokok," katanya.

Sasar Anak

Pemantauan yang dilakukan 170 anak anggota Forum Anak di 10 kabupaten/kota di Indonesia atas prakarsa Yayasan Lentera Anak yang menemukan 2.868 iklan, promosi dan sponsor rokok yang bertujuan menyasar anak-anak sebagai para calon perokok.

Pemantauan dilakukan di Bandar Lampung, Batu, Banjarmasin, Bekasi, Kupang, Mataram, Pasaman Barat, Pekanbaru, Semarang dan Tangerang Selatan.

Sebanyak 74,6 persen iklan rokok yang ditemui menampilkan merek rokok. Iklan rokok dinilai semakin gencar untuk memperkenalkan produknya karena sebelumnya iklan rokok mengusung tema tertentu.

Selain itu, 80,2 persen promosi rokok yang ditemukan mencantumkan harga rokok. Sebanyak 78,9 persen mencantumkan harga rokok per batang dan 79,2 persen mempromosikan harga murah Rp600 hingga Rp1000 per batang.

Mengiklankan harga murah dinilai bertujuan agar anak-anak dan pelajar bisa memperhitungkan uang sakunya untuk membeli rokok.

Sementara itu, Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok merupakan salah satu indikator penilaian kabupaten/kota layak anak.

"Tentu perlu waktu. Memang proses panjang karena rokok sudah ada jauh lebih dulu sebelum ada penilaian kabupaten/kota layak anak. Namun, kita harus menempatkan kepentingan terbaik anak yang nomor satu dalam tujuan pembangunan," katanya.

Menurut Lenny, pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok adalah bagian dari pengendalian tembakau yang merupakan kepentingan terbaik anak yang harus dikedepankan.

Tujuan akhir dari penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak, adalah mencapai Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030.

Baca juga: Anak terpapar iklan rokok saat Ramadhan

Baca juga: Anak muda risau rokok mudah diakses

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018