Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha nasional H. Probosutedjo menyampaikan keprihatinannya atas kerusakan Hutan Alam Indonesia (HAI) akibat pengelolaan yang tidak baik. "Saya sedih melihat 60 juta hektar hutan alam Indonesia tidak dikelola secara baik, sehingga banyak yang rusak," kata H. Probosutedjo ketika dihubungi ANTARA News lewat telepon di Jakarta, Selasa. Dikatakan, hutan alam yang tidak dikelola secara profesional, bukan hanya rusak, tetapi yang masih produktif hasilnya dijual kepada pihak asing, sehingga pribumi tetap melarat, bodoh dan terbelakang, karena adanya salah urus pengelolaan sumber daya alam (SDA) itu. "Bagaimana bangsa Indonesia akan punya kedaulatan, dapat melaksanaan demokrasi yang baik, dapat bersaing dengan pihak luar negeri jika mereka tetap dibiarkan miskin, bodoh dan terbelakang," kata Probosutedjo. Menurut dia, jika 60 juta hektar itu tiap tahun dibuka menjadi Hutan Tanaman Industri 5 juta hektar per tahun, maka tidak sampai 12 tahun hutan alam itu sudah berproduksi dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Logikanya sederhana, kata Probo, pembukaan HTI akan menyerap jutaan tenaga kerja, dan hasilnya dapat meningkatkan pendapatan bagi perusahaan, negara dan karyawannya. Ia memberikan contoh, jika hutan alam itu dibuka menjadi HTI ditanami kelapa sawit misalnya, maka akan cepat menghasilkan dan biaya untuk penanaman relatif murah dengan hasil yang tinggi. Dicontohkan, jika HTI itu ditanami kelapa sawit, maka setiap hektar akan menghasilkan lebih dari 30 ton tandan kering. Setiap tandan harganya Rp700 atau satu hektar itu tidak kurang dari Rp25 juta. Itu merupakan bagian resmi milik petani, kemudian perusahaan membeli buah tandan kering diolah menjadi minyak goreng dan turunannya. Bahkan saat ini buah dari kelapa sawit sudah dijadikan alternatif untuk "bio fuel" atau pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) yang harganya jauh lebih tinggi. Jika HTI tersebut ditanami kayu, produk kayu dapat dijual ke pabrik pulp untuk diolah menjadi kertas dan turunnya. Pendek kata, HTI adalah sumber kehidupan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Malaysia, katanya, negara yang tidak mempunyai hutan alam seluas Indonesia dapat menjadi raja sawit dunia, yang menggeser posisi Indonesia. Hal itu karena Malaysia mengelola HTI-nya dengan sungguh-sungguh dan profesional. Menyangkut pola pembiayaan, ia mengatakan, jika pengusaha dapat menyampaikan usulan secara rinci dan realistis, banyak perbankan nasional yang berani membiayai kredit itu. "Bank Indonesia seyogianya juga dapat mendorong pemberian kredit kepada petani dan perkebunan karena kerusakan hutan alam itu antara lain juga disebabkan dicabutnya kredit likuiditas Bank Indonesia untuk perkebunan, kata Probo. Probo juga mengatakan, dirinya siap membantu pemerintah jika masih diberi kepercayaan untuk mengelola hutan. "Saat ini saja saya juga melakukan program swasembada padi dengan masyarakat Bandung. Dari 370 ribu hektar sebentar lagi akan siap dipanen," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007