Jakarta (ANTARA News) - Sidang kasus korupsi impor sapi dengan terdakwa mantan Direktur Pengembangan dan Teknologi Bulog, Tito Pranolo (51), ditunda karena tiga saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak hadir. "Saksi yang akan kami ajukan tidak hadir," kata JPU, M. Syafe`i ketika ditanya tentang kehadiran saksi oleh majelis hakim dalam sidang kasus tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa. Ketiga saksi yang rencananya akan dihadirkan dalam sidang adalah Direktur PT Lintas Nusa Pratama (LNP) yang juga rekanan Bulog, Ade Bachtiar, serta dua pegawai LNP, Wadilah dan Herman Bachtiar. Menurut Syafe`i, ketiga saksi tersebut belum memberikan jawaban atas undangan kejaksaan yang meminta ketiganya hadir di persidangan sebagai saksi. Rencananya, sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 9 Agustus 2007, dengan agenda pemeriksaan saksi. Namun, menurut Syafe`i, saksi yang akan dihadirkan dalam sidang tersebut bukan tiga orang yang seharusnya bersaksi pada Selasa (7/8). JPU akan menghadirkan dua pegawai Bulog, Heru dan Muhlis, dalam sidang tanggal 9 Agustus 2007 itu. Tito Pranolo (51), mantan Direktur Pengembangan dan Teknologi Bulog menjadi pesakitan dalam kasus korupsi impor sapi Australia tahun 2001 yang diduga merugikan negara sekitar Rp10,12 miliar. Tito diancam pidana seumur hidup sebagaimana dakwaan pasal 2 ayat 1 UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana dan dakwaan subsider pasal 3 UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Menurut JPU, Tito selaku Ketua Tim Monitoring pengadaan sapi potong tahun 2001 melakukan pengadaan secara bersama-sama Widjanarko Puspoyo (saat menjabat Direktur Utama Bulog), Imanusafi, A. Nawawi, Ruchiyat Soebandi dan Mika Ramba Kendenan (keempatnya anggota Tim Monitoring pengadaan sapi potong tahun 2001, disidangkan dalam berkas perkara terpisah) dan Wisaksana Moeffreni, Fahmi serta Maulany Ghany Aziz (ketiganya rekanan Bulog yang telah dipidana). Dalam pelaksanaannya, Bulog menggandeng perusahaan rekanan yaitu PT Lintas Nusa Pratama (LNP) dan PT Surya Bumi Manunggal (SBM) yang masing-masing mendapat kontrak Rp5,7 miliar untuk pengadaan 1.183 sapi dan Rp4,9 miliar untuk 1.000 sapi. Disebutkan dalam dakwaan, Tito telah membuat kajian yang tidak benar terhadap perusahaan yang mengajukan permohonan yaitu PT SBM dan PT LNP, yang menyatakan dua perusahaan itu seolah-olah telah memenuhi syarat dan prosedur sebagai pihak penyedia sapi potong. Menurut Jaksa, kedua perusahaan itu bergerak di perdagangan umum namun tidak memiliki tempat penggemukan sapi dan tidak berbadan hukum sebagaimana disyaratkan Tim Monitoring. Tito juga disebut membuat nota verifikasi tentang pembayaran uang muka dimana permohonan pencairan itu tanpa didukung bukti pembukaan letter of credit kedua perusahaan itu di Bank Bukopin, dan jaminan sapi tidak didukung bukti kepemilikan. Jaksa juga menguraikan, Tito memerintahkan anggota tim monitoring untuk melakukan stok opname dan serah terima jaminan sapi potong dari PT SBM dan PT LNP dan menerima berita acara stok opname serta berita acara serah terima padahal ketua tim monitoring mengetahui bahwa isi berita acara itu tidak benar. Tito disebut menandatangani berita acara penyerahan sapi dari PT SBM dan PT LNP, dimana penyerahan itu dinilai fiktif karena tidak ada penyerahan sapi secara fisik. Dalam kasus korupsi impor sapi senilai Rp11 miliar itu, mantan Direktur Utama Bulog, Widjanarko Puspoyo juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007