"Semuanya sudah saya jelaskan..."

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Sosial Idrus Marham mengaku dicecar 20 pertanyaan saat diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi, untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

"Jadi, saya telah diperiksa oleh penyidik dan ini adalah pemeriksaan lanjutan yang dilakukan pada 19 Juli dan dilanjutkan hari ini. Secara keseluruhan, pertanyaan-pertanyaan yang ada sekitar 20 pertanyaan," kata Idrus usai diperiksa sekitar delapan jam di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

KPK pada Kamis memeriksa Idrus sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

Selain Johannes, KPK juga telah menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

"Semuanya sudah saya jelaskan, seperti apa yang ditanyakan oleh penyidik. Sesuai apa yang saya ketahui terkait dengan tersangka baik saudara Eni Saragih maupun saudara Johannes Kotjo. Semua sudah saya jelaskan kepada penyidik, ini adalah yang saya ketahui dan didengar oleh penyidik," ucap Idrus.

Saat dikonfirmasi apakah dirinya juga pernah melakukan pertemuan dengan dua tersangka itu membahas PLTU Riau-1, Idrus enggan menjelaskannya lebih lanjut.

"Semua sudah saya jelasin semua. Saya kira semua materi-materinya sesuai pertanyaannya, semua sudah saya jelaskan secara rinci," kata Idrus.

Sebelumnya, Idrus sudah diperiksa pada Kamis (19/7) pekan lalu dalam kasus yang sama, dan mengaku mengenal kedua tersangka itu. Baca juga: Idrus Marham akui dekat dengan dua tersangka suap PLTU Riau-1

Selain Idrus, KPK pada Kamis juga memeriksa tiga petinggi PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budistrisno Kotjo, yakni Direktur Operasional PT PJBI Dwi Hartono, Direktur Keuangan PT PJBI Amir Faisal, dan Corporate Secretary PT PJBI Lusiana Ester.

"KPK mengkonfirmasi terkait pembahasan proyek PLTU Riau-1 antara PT PJBI dan perusahaan lain," ungkap Febri.

Sebelumnya, KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.

Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen komisi 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

Baca juga: KPK periksa Idrus Marham sebagai saksi kasus PLTU Riau

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018