Jakarta (ANTARA News) - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut agar Jamaah Anshor Daulah (JAD) dibubarkan karena diyakini mendukung ISIS dan bertanggung jawab terhadap rentetan aksi teror di Indonesia.
"Jaksa Penuntut Umum meminta majelis hakim untuk membekukan korporasi atau organisasi Jamaah Anshor Daulah (JAD), organisasi lain yang berafiliasi dengan ISIS (Islamic State in Iraq and Syria) atau Daesh (Al-Dawla Al Sham), atau ISIL (Islamic State of Iraq and Levant) atau IS (Islamic State) dan menyatakan sebagai korporasi yang terlarang," kata perwakilan dari tim JPU, Jaya Siahaan di PN Jakarta Selatan, Kamis.
Tuntutan itu, sebagaimana disampaikan tim JPU, dibuat berdasarkan pertimbangan terhadap isi Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal (6) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan menjadi undang-undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 dan KUHAP serta perundang-undangan bersangkutan lainnya.
Di samping pembekuan dan penetapan JAD sebagai organisasi terlarang, pihak JPU turut meminta pihak organisasi sebagaimana diwakilkan oleh Zainal Anshori untuk membayar denda.
"Denda yang dikenakan sebesar Rp5 juta dan membayar biaya perkara sebesar lima ribu rupiah," kata Jaya.
Sebelum pembacaan tuntutan, tim JPU menerangkan bahwa pasca pertemuan JAD di Malang, Jawa Timur pada November 2015, banyak aksi teror yang terhubung dengan organisasi itu terjadi di berbagai wilayah tanah air.
"(Pasca pertemuan) ada serangan teror bom di Samarinda, ledakan dan penembakan di Jalan Thamrin, serangan di Mapolda Jawa Barat, dan ledakan di Kampung Melayu," kata tim JPU.
Setelah pembacaan tuntutan, ketua majelis Hakim Aris menetapkan pembacaan pleidoi (nota pembelaan) pada Jumat.
Sedikit berbeda dari sidang perdana, sidang kedua dengan agenda pembacaan tuntutan untuk pembubaran JAD dikawal oleh 100 personel gabungan dari Polres Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya, dan Brimob.
Walaupun jumlah personel berkurang 80 orang dari total petugas yang disiagakan pada sidang perdana, skema pengamanan di PN Jakarta Selatan tidak berubah.
Kapolres Jakarta Selatan Kombes Poll Indra saat ditemui selepas apel pagi mengatakan pengamanan dibagi ke empat ring, yaitu di dalam ruang sidang, di luar ruang sidang, di dalam dan di luar PN Jakarta Selatan.
Sebelumnya, sidang perdana, diisi dengan pemeriksaan pokok perkara, yaitu mendengarkan keterangan saksi.
Empat saksi yang dihadirkan di persidangan, diantaranya Saiful Muhtohir alias Abu Ghar, Yadi Supriyadi alias Abu Akom, Joko Sugito, dan Iqbal Abdurahman. Sementara itu, saksi ahli yang dihadirkan, Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Prof Sutan Remy Sjahdeini.
Dalam sidang perdana, pihak terdakwa tidak mengajukan saksi meringankan. Alhasil, sidang dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan oleh penuntut umum hari ini.?
JAD merupakan organisasi bukan berbadan hukum yang diduga terkait dengan sejumlah serangan teror, diantaranya Bom Thamrin di Jakarta, ledakan di Bandung, Bom Molotov di Samarinda, serangan di Mako Brimob, dan serangan bom bunuh diri di Surabaya.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018