Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri menegaskan, dalam silaturahmi yang diikuti puluhan purnawirawan TNI AD tidak membicarakan untuk dukung-mendukung calon di Pilpres 2019.
"Tidak dalam rangka dukung mendukung siapa pun, namun untuk menyamakan orientasi dan langkah pengabdian demi tegaknya NKRI serta kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila," kata Kiki kepada wartawan usai acara Silaturahmi Purnawirawan, di kantor PPAD, Jakarta, Selasa.
Kiki membantah bahwa pertemuan itu bertujuan menyatukan purnawirawan TNI AD yang sempat terbelah karena kontestasi politik. Ia menilai sangat lumrah apabila ada purnawirawan yang terjun ke dunia dan membela tujuan politik dari parpol masing-masing.
"Sebenarnya bukan terbelah, tapi berbeda pandangan karena terbawa parpol. Kan, wajar dalam demokrasi. Tapi yang tidak boleh kita keluarkan kata-kata yang sarkastis, seperti yang terjadi di pilpres 2014. Itu memalukan," katanya.
Banyaknya purnawirawan TNI AD yang mengabdi di bidang politik, sosial dan lainnya, namun diharapkan tetap sebagai prajurit Sapta Marga yang pengabdiannya hanya untuk bangsa dan negara serta mengutamakan kepentingan nasional ketimbang kepentingan pribadi atau golongan.
Kiki berharap perbedaan pandangan politik diantara para purnawirawan, apalagi jelang perhelatan pesta demokrasi tidak menyurutkan tekad untuk bersama-sama mewujudkan Indonesia berdaulat, adil, dan makmur.
"Setiap purnawirawan TNI AD pun harus menjunjung Sapta Marga prajurit yang ditanamkan hingga akhir hayatnya. Intinya, dalam wajah demokrasi para purnawirawan wajib mengusung martabat, nama baik, dan kehormatan militer," tegasnya.
Dalam pertemuan tersebut juga dibahas mengenai keberadaan PPAD sebagai infrastruktur politik dan suprastruktur untuk memberikan masukan dan agregasi politik. PPAD pun perlu mengambil posisi sebagai penyelamat jika negara dinyatakan dalam keadaan bahaya.
"Kita harapkan (purnawirawan) berpolitik dengan membawa ideologi. Jangan berpolitik dengan pragmatis. Tetap harus berpolitik dengan ideologi, Pancasila. Kita harapkan dalam bermain tidak menggunakan politik identitas, mengusung isu-isu primordial, suku atau agama. Ini menyebabkan perpecahan bangsa," paparnya.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018