Surabaya (ANTARA News) - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya memperkenalkan metode baru untuk membuang aliran lumpur di Porong, Sidoarjo, namun bukan dialirkan lewat Kali/Sungai Porong seperti selama ini.
Metode baru yang dinamakan "Balance Energy" itu diperkenalkan Tim Penanganan Lumpur Permukaan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITS Surabaya, Senin.
"Metode itu cukup sederhana dan tidak akan memakan biaya operasional yang terlalu besar, karena metode itu memanfaatkan kekuatan atau energi di pusat semburan lumpur untuk mendorong aliran lumpur yang akan dibuang," ujar anggota tim ITS, Prof Dr Ir I Made Arya Djoni MSc.
Selain itu, katanya, peralatan yang dibutuhkan untuk mengalirkan lumpur ke lokasi pembuangan juga hanya pipa baja sepanjang 4.000 meter dengan diameter sekitar 42 inci.
Menurut dia, energi dari pusat semburan nantinya digunakan mendorong lumpur masuk ke dalam pipa yang dipasang tepat di pusat semburan dan ditanam satu meter di bawah permukaan tanggul kolam penampungan (pond).
"Setelah lumpur berhasil masuk ke dalam pipa, air lumpur itu akan dengan sendirinya mengalir megikuti kelandaian tanggul yang ada hingga akhirnya menuju ke wet land (area tambak)," tuturnya.
Jadi, katanya, tidak perlu lagi menggunakan pompa untuk mendorong aliran lumpur, karena dengan sendirinya akan mengikuti gravitasi bumi ke tempat yang lebih rendah.
"Nantinya, area pembuangan aliran lumpur itu diusulkan ke area tambak (wet land) seluas 4.500 hektar yang berada di sebelah timur pusat semburan. Saat ini, sekitar 10 hektar area tambak itu masih merupakan hunian, sedang sisanya lahan tambak," tegasnya.
Oleh karena itu, katanya, harus dipikirkan untuk memindahkan penghuni yang ada. "Kami sengaja tidak mengusulkan pembuangan ke laut, karena khawatir terjadi pasang surut air laut yang akan berpengaruh pada aliran pembuangan dan juga diperkirakan kekuatan dorongan aliran tidak bisa sampai menuju laut," paparnya.
Ia menegaskan bahwa penampungan aliran lumpur di wet land itu diperkirakan bisa bertahan hingga 10-15 tahun mendatang dan untuk selanjutya perlu dipikirkan lagi lokasi pembuangan lainnya.
"Penggunaan pipa baja untuk mengalirkan lumpur itu karena mampu membantu mempertahankan ketinggian suhu lebih lama, sehingga suhu pada pusat semburan lumpur yang diperkirakan mencapai 120 derajat celcius itu hanya turun sekitar 1,5 derajat celcius setiap mengalir sepanjang 1,5 kilometer," ungkapnya.
Dengan kondisi suhu yang masih tinggi, katanya, berarti kepadatan lumpur bisa ditekan dan aliran bisa mencapai lokasi pembuangan dengan baik.
"Metode itu memang sekilas hampir mirip dengan yang dikenalkan tim dari Jepang kepada tim Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) belum lama ini, namun metode dari Jepang harus menggunakan pompa untuk mendorong air yang mengalirkan lumpur ke lokasi pembuangan, sehingga dibutuhkan biaya Rp3,5 miliar per hari," ucapnya.
Ia berencana mempresentasikan metode baru temuan LPPM-ITS itu kepada tim BPLS, karena itu pihaknya akan mengajukan surat ke BPLS guna minta izin melakukan presentasi dan juga minta data lapangan yang dibutuhkan lebih lanjut.
Tim yang dikoordinasi Dr Tantowi Ismail itu membawahi tujuh anggota, termasuk ketua LPPM ITS Surabaya, Prof Ir I Nyoman Sutantra MSc PhD. Tim itu akan terus melakukan kajian untuk menyempurnakan metode baru itu. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007