Gorontalo (ANTARA News) - Gubernur Gorontalo Fadel Muhamad dengan tegas menyatakan kritikannya terhadap program biofuel sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak yang digulirkan oleh pemerintah pusat. "Pemerintah pusat yang punya program, tapi mereka sendiri yang menghambatnya," tukas Fadel. Pasalnya, Gorontalo yang menjadi salah satu daerah yang merespon program tersebut, justru mengalami kendala dalam proses perijinan pembukaan kawasan perkebunan tanaman jarak dan sawit seluas 50 hektar di Kabupaten Pohuwato. Menurut dia, pemerintah pusat sendiri yang membuat proses keluarnya ijin tersebut memakan waktu hingga delapan bulan dan melalui 22 departemen. "Prosesnya jadi bertele-tele dan bukan main lambatnya," tandasnya. Oleh sebab itu, kata dia, pemerintah pusat jangan heran jika hingga saat ini program biofuel belum berjalan maksimal, sama halnya dengan delapan provinsi lain yang juga merespon program tersebut. "Coba saja cek apakah program ini sudah berjalan baik di delapan provinsi lainnya," tantang Fadel. Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Pemuda Mandiri, Ruly Henga yang mengakui kurangnya dukungan dari pemerintah pusat terhadap komoditi jarak penghasil biofuel. Ia mengaku baru mengetahui bahwa ternyata hingga kini tanaman jarak menjadi salah satu komoditi yang belum ada kucuran kredit dari pihak perbankan. "Itu diakui oleh Bank Indonesia sendiri saat Penas di Palembang beberapa waktu lalu. Kalau seperti itu, bagaimana program ini bisa jalan,` ujarnya. Tak hanya itu, pengolahan biji jarak menjadi biofuel juga tersendat-sendat akibat kurangnya modal yang diberikan oleh pemerintah pusat. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007