Di setiap jejak kerajaan di Nusantara masa lampau, hampir selalu ditemukan sosok panglima perang ternama. Sebut saja seperti Gadjah Mada di Kerajaan Majapahit dan Datu Banua Lima di Kerajaan Tanjungpuri.
Nama mereka melambung dan abadi karena fasih menerjemahkan keinginan pemimpin atau rajanya dengan tindakan gagah berani tanpa peduli keselamatan nyawanya sendiri.
Ratusan tahun setelah itu, tepatnya tahun 2018, genderang perang kembali ditabuh di Nusantara. Namun, kali ini bukan tentang darah dan senjata, meski tujuannya tetap sama: mempertahankan kebanggaan bangsa.
Perang itu bertajuk Asian Games ke-18 tahun 2018, di mana Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah oleh Dewan Olimpiade Asia (OCA) pada tahun 2014.
Pemerintah di bawah pemimpin tertinggi Presiden Joko Widodo pun bertekad menegakkan empat misi di Asian Games 2018, yaitu sukses penyelenggaraan, sukses prestasi, sukses ekonomi dan sukses administrasi.
Presiden pun membentuk "pasukan khusus" bernama Panitia Nasional Penyelenggara Asian Games ke-18 tahun 2018 (INASGOC) yang diketuai oleh Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 tahun 2015 tentang Panitia Nasional Penyelenggaraan Asian Games XVIII Tahun 2018.
Maka resmilah sang Ketua Umum KOI Erick Thohir menjadi "panglima perang" pemerintah untuk Asian Games 2018.
Tugas INASGOC tidak mudah. Sesuai Keppres tersebut, mereka harus menyiapkan dan menyelenggarakan Asian Games ke-18 tahun 2018 di Provinsi DKI Jakarta, Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Banten.
"Tantangan ke depan tidak mudah. Kami minta dukungan. Saya rasa hari ini hari yang spesial. Kita jangan beda terus. Kita harus bersatu," ujar Erick ketika memulai kiprahnya untuk Asian Games 2018.
Berpengalaman
Erick Thohir langsung dihadapkan pada serangkaian tantangan. Panglima perang ini masuk ke wilayah tempur dengan kondisi "persenjataan" seadanya.
Pemerintah tidak bisa menutupi seluruh dana penyelenggaraan Asian Games 2018. Erick dan kolega di INASGOC pun mencari cara bagaimana menambal 20 persen dari total anggaran dari sponsor.
Namun, Erick bukanlah orang kemarin sore yang langsung takluk begitu masalah muncul. Berasal dari keluarga pengusaha, sejak kecil dia sudah menyaksikan bagaimana susahnya mempertahankan perusahaan yang dimiliki keluarganya.
Sang ayah Teddy Thohir lalu menyekolahkannya ke Amerika Serikat (AS) dan mendapatkan gelar sarjana dari Universitas Glendale. Erick kemudian menggapai gelar master dari Universitas California.
Sepulangnya dari Negeri Paman Sam, pria kelahiran Jakarta tersebut tak lantas mengisi jabatan di perusahaan orang tua. Erick lebih memilih membangun kerajaan bisnisnya sendiri sejak tahun 2000-an awal.
Pria yang lahir pada 30 Maret 1970 itu pun merintis perusahaan yang bergerak di bidang media yang melingkupi televisi, radio, media daring hingga surat kabar.
Erick yang sangat menggemari olahraga kemudian melebarkan sayap ke dunia bola basket dan menjadi sosok pendiri juga pemilik klub Liga Bola Basket Indonesia (IBL) Satria Muda yang eksis hingga saat ini.
Tidak cukup sampai di sana, Erick juga memberanikan diri membeli klub sepak bola ternama Italia, Inter Milan pada tahun 2013 dan tiga tahun kemudian dia memiliki klub sepak bola Amerika Serikat yang berbasis di Washington, DC United.
Sebelum itu, dia membuat kejutan pada tahun 2011 dengan menjadi orang Asia pertama yang mempunyai klub Liga Bola Basket AS NBA, Philadelphia 76ers.
Di dunia olahraga nasional, nama Erick Thoir semakin harum sejak dia menjadi Ketua Umum Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) periode 2006-2010. Dia pun tercatat sebagai Presiden Asosiasi Bola Basket Asia Tenggara (SEABA) di tiga periode yakni 2006-2010, 2010-2014 dan 2014-2019.
Perjalanan panjangnya membuat pemerintah menunjuk Erick sebagai ketua kontingen (CdM) Indonesia di Olimpiade 2012, London. Melangkah lagi, dia lalu terpilih menjadi Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) periode 2015-2019 yang membuatnya otomatis memimpin INASGOC.
Dengan semua pengalamannya, Erick Thohir seakan tidak terpengaruh dengan semua masalah dan tekanan yang datang bertubi saat dia berusaha menunaikan Asian Games 2018 dengan baik.
Buktinya, persiapan Asian Games 2018 seluruhnya berjalan sesuai rencana dan hampir tidak ada terdengar proyek yang menganggur karena kekurangan anggaran.
Performa INASGOC dalam mempersiapkan, bersama dengan pemerintah Indonesia pun mendapatkan pujian dari Ketua Dewan Olimpiade Asia (OCA) Sheikh Ahmad Al-Fahad Al-Sabah.
"Indonesia telah melakukan persiapan yang bagus dalam rentang waktu yang singkat. Sebulan menjelang acara, Indonesia siap menerima tamu-tamu Asia untuk merayakan olahraga dan persatuan," kata Sheikh Ahmad melalui laman resmi OCA, Rabu, 18 Juli 2018.
INASGOC-DAGI
Indonesia bukan pertama kali terjun ke medan perang "Asian Games". Pada tahun 1962 tepatnya, Indonesia terpilih menyelenggarakan Pesta Olahraga Asia empat tahunan tersebut untuk pertama kalinya.
Ketika itu, Presiden pertama NKRI Sukarno membentuk satu "pasukan khusus" bernama Dewan Asian Games Indonesia (DAGI) melalui Keppres Nomor 113 tahun 1959. DAGI adalah wujud INASGOC di masa lalu.
Dalam bukunya berjudul "Dari Gelora Bung Karno ke Gelora Bung Karno" (2004), Julius Pour menyebut tugas-tugas pokok DAGI yaitu membangun fasilitas kompleks olahraga berikut fasilitasnya, membangun perkampungan untuk peserta dan para petugas Asian Games 2018, penyelenggaraan akomodasi para tamu dan pengunjung dalam serta luar negeri, pendidikan staf penyelenggaraan untuk semua bidang tugas, penyusunan dan persiapan tim Indonesia, penyelenggaraan perayaan Asian Games dan usaha-susaha lain menyempurnakan Asian Games ke-IV.
Dan "panglima perang" yang dipercaya memimpin DAGI adalah Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) Priyono, berdasarkan Keppres Nomor 114 tahun 1959 yang diterbitkan 11 Mei 1959. Tanggung jawab Priyono mirip dengan apa yang harus dikerjakan Erick Thohir di INASGOC.
Pada tahun 1962, usia Indonesia sebagai negara merdeka baru 17 tahun. Sangat muda. Dan, saat itu Indonesia belum memiliki sarana olahraga berstandar internasional.
Namun, pada akhirnya Indonesia bisa menyelenggarakan Asian Games 1962 dengan sangat baik. Asian Games keempat tersebut membuat Indonesia membangun Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno, wisma atlet dan stasiun televisi pemerintah pertama Televisi Republik Indonesia (TVRI).
TVRI pertama kali mengudara secara nasional pada 24 Agustus 1962 dengan menyiarkan pembukaan Asian Games keempat.
Bukan cuma sukses penyelenggaraan, Indonesia juga mencatatkan prestasi terbaiknya di Asian Games keempat tersebut. Kontingen Merah Putih berhasil menjadi peringkat kedua dengan merebut 21 medali emas, 26 perak dan 30 perunggu.
Rakyat Indonesia pun berharap penantian terulangnya pencapaian tersebut terulang di Asian Games ke-18 tahun 2018 yang dibuka pada 18 Agustus 2018 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta. Di bawah komando sang panglima perang Erick Thohir dan pengawasan dari pemimpin tertinggi negara, Presiden Joko Widodo.
Tidak ada salahnya menggantungkan asa setinggi tingginya.
Baca juga: Inasgoc minta maaf kirab obor di Blitar terlambat
Baca juga: Ketentuan "apparel" Asian Games di bawah KOI
Pewarta: Michael Teguh Adiputra S
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018