Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji Pasal 182 huruf l UU Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) yang diajukan oleh Muhammad Hafidz, seorang anggota DPD periode 2014-2019.
"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK Jakarta, Senin.
Dalam putusan tersebut Mahkamah menyatakan frasa "pekerjaan lain" dalam pasal a quo bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik (parpol).
Dalam putusan tersebut Mahkamah menegaskan bahwa anggota DPD tidak boleh diisi oleh anggota parpol apalagi fungsionaris parpol.
Mahkamah menyebutkan bahwa persyaratan anggota DPD tidak boleh menjadi pengurus atau berasal dari pengurus parpol untuk mencegah terjadinya distorsi politik berupa lahirnya perwakilan ganda (double representation) partai politik dalam pengambilan keputusan, lebih-lebih keputusan politik penting seperti perubahan Undang-Undang Dasar.
"Hal ini berarti bertentangan dengan semangat Pasal 22D UUD 1945," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.
Mahkamah dalam pertimbangannya mengakui bahwa ketentuan Pasal 182 huruf l UU Pemilu tidak tegas melarang anggota partai politik menjabat sebagai anggota DPD, meskipun putusan MK sebelumnya tetap menyebutkan bahwa anggota DPD tidak boleh diisi oleh anggota partai politik.
"Sejalan dengan sifat prospektif putusan Mahkamah, maka putusan ini tidak berlaku terhadap yang bersangkutan (anggota DPD yang merupakan anggota partai politik) kecuali yang bersangkutan mencalonkan diri kembali sebagai anggota DPD setelah putusan ini berlaku sesuai dengan Pasal 47 UU MK," jelas Palguna.
Sementara itu terkait dengan anggota partai politik yang sudah mendaftarkan diri sebagai anggota DPD ke KPU, Mahkamah meminta KPU untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap mencalonkan diri sebagai anggota DPD dengan syarat sudah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik.
Pada sidang pendahuluan, Muhammad Hafidz selaku pemohon berpendapat Pasal 182 huruf I sepanjang frasa “pekerjaan lain” mengandung ketidakjelasan maksud, sehingga menimbulkan kerugian konstitusional bagi pemohon.
Pemohon merasa anggota DPD yang dijabat oleh fungsionaris partai politik akan mengalami konflik kepentingan di antara dua jabatan tersebut.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018