Melalui kartun profil pembaca diajak lebih peka terhadap profesi dan pilihan cara berdandan yang biasanya kita abaikan begitu saja

Bisa jadi saat melihat perdebatan tidak jelas anggota DPR yang bersidang di Senayan (Gedung MPR/DPR) di televisi sementara ada anggota lain yang malah tertidur pulas bisa membuat geram rakyat yang menonton.

Atau ketika menyaksikan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang sedang menertibkan pedagang kaki lima (PKL) yang menggelar dagangan di trotoar, ulah para preman yang meresahkan warga, perilaku anak-anak muda yang ugal-ugalan ataupun gaya hidup orang kaya baru yang menjengkelkan.

Di tangan kartunis Muhammad Misrad atau yang akrab dipanggil "Mice" semua peristiwa serta fenomena sosial, hukum, politik, budaya hingga gaya hidup warga di Tanah Air dijadikannya bahan inspirasi bagi kartun-kartunnya selama 20 tahun perjalanan berkarya.

Pria kelahiran Jakarta, 23 Juli 1970 yang karya-karya kartunnya selalu muncul seminggu sekali, pada hari Minggu di sebuah harian Ibu Kota itu tengah menggelar pameran bertajuk "Senyum Indonesia, 20 tahun Mice Berkarya" di Galeri Nasional Jakarta, selama 21 Juli hingga 4 Agustus 2018.

"Senyum Indonesia" dijadikan tema Mice dalam pameran kartunnya kali ini, karena dia melihat kondisi bangsa saat ini yang membutuhkan senyum untuk menekan tensi yang terus menerus tinggi.

Bisa jadi penilaian kartunis yang menjadi penggemar berat grup musik asal Inggris "The Beatles" tersebut ada benarnya, kondisi kejiwaan masyarakat hingga pejabat, politisi hingga tukang nasi, aparat sampai sopir angkot sedang mengalami "tekanan" yang meninggi sehingga gampang marah, bahkan hingga permusuhan.

Karya-karya yang dipamerkan mencakup lima kategori, yakni kartun politik, kartun keseharian urban, kartun yang membicarakan gawai atau gadget, kartun aneka profil dan kartun dalam media digital.

Dalam jejak 20 tahun berkarya, kartun Mice yang pertama diterbitkan menyoroti masa kanak-kanaknya yang hidup di pinggiran Jakarta sekitar 1978. Kartun tersebut menampilkan anak-anak yang bermain sepak bola--olah raga kegemaran sang kartunis--di lahan belakang rumahnya di sekitar Ancol yang masih luas. Namun kini lapangan bola tersebut telah berubah menjadi rumah makan masakan laut atau restoran seafood yang cukup ternama di Jakarta.

Sebagai penggemar sepak bola sejak kecil, ternyata mewarnai karya-karya kartunis lulusan Desain Grafis Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Kesenian Jakarta (IKJ) 1993 itu, sehingga beberapa kartunnya menampilkan dunia sepak bola seperti dalam "Kamus Istilah Komentator Bola".

Dalam "Kamus Istilah Komentator Bola" dia mengartunkan istilah-istilah yang sering muncul pada pertandingan sepak bola seperti "gantung sepatu" digambarkan pemain sepak bola yang menangis meninggalkan sepatunya yang digantung, "tendangan geledek" yang memperlihatkan pemain tengah menendang bola, namun sialnya dia tersambar petir.

Istilah-istilah lain seperti "tim underdog", "menjamu lawan main", "cedera panjang" tak luput dijadikan kartun yang cukup mengundang senyum, salah satunya "kembali merumput" digambarkan dengan pemain bola yang tengah menyantap rumput di tengah lapangan bersama seekor kambing.

Karakater Mice sebagai kartun lebih banyak menampilkan dirinya dalam keseharian urban yang lugu, sok tahu, norak, merupakan sifat dirinya yang membuat pembaca tersenyum melihat tingkah di dalam panel-panel kartun yang merespons perilaku warga urban.

Salah satu fenomena yang cukup banyak disoroti Mice dalam kartun-kartunnya, yakni gaya hidup masyarakat,yang lambat laun telah mengalami perubahan. Kartun yang membahas gadget atau gawai tidak lepas dari gaya hidup yang disoroti Mice, bermacam perangai orang terkait peralatan modern tersebut dan segala problematikanya mengundang pembaca untuk bercermin dan menertawakan diri sendiri.

Seperti "kegilaan" masyarakat terhadap gawai yang sudah begitu tinggi sebagaimana digambarkan dalam kartun seorang ibu yang mendongengkan anak gadisnya sebelum tidur pada waktu dulu, namun kini sudah berubah seorang ibu dan anak perempuannya sama-sama bermain telpun selular di tempat tidur.

Atau situasi dalam sebuah gerbong kereta komuter dimana sejumlah penumpang usianya masih muda, sedang asyik bermain telepon genggam sementara nampak seorang ibu-ibu menggendong anaknya berdiri karena tidak kebagian tempat duduk. Kemudian berdirilah seorang kakek menawarkan tempat duduk ke ibu-ibu tersebut.

Kreasi Mice yang tidak pernah gagal membuat penikmat kartunnya untuk tersenyum adalam kartun yang menggambarkan gaya dandan, profesi dan profil unik orang Indonesia dengan membedah stereotip khas kartunis yang telah menerbitkan lebih dari 30 buku kumpulan kartun tersebut.

Sejumlah karakter yang "dibedahnya" seperti gaya fans berat penyanyi Rhoma Irama dari gaya rambut, baju, sepatu hingga gaya berdandannya yang meniru habis si Raja Dangdut tersebut membuat pembaca tersenyum.

Ataupun perilaku pembantu rumah tangga era modern yang lebih banyak bergaya dan memperhatikan penampilan daripada perkerjaannya dibandingkan dengan pembantu rumah tangga masa lalu yang dedikasi dan loyalitas terhadap pekerjaannya sangat tinggi.

Mice pun juga menyoroti perilaku encik-encik, wanita setengah baya dari kalangan Tionghoa yang selalu berjalan-jalan ke mal dengan penampilan ala anak-anak remaja atau pedagang dari etnis India di pasar Tanah Abang.

Evelyn Huang kurator pameran "Senyum Indonesia" menyatakan, melalui kartun profil pembaca diajak lebih peka terhadap profesi dan pilihan cara berdandan yang biasanya kita abaikan begitu saja.

Salah satu kartun politik yang rutin dibuat Mice sejak krisis ekonomi 1997 dan reformasi yang menyusul setelahnya, melaui karakter Rony, dia menampilkan perspekstif masyarakat akar rumput dalam melihat isu politik dan perilaku para politisi yang bermacam-macam.

Perjalanan karir Mice sebagai kartunis dimulai sejak masa kuliah dengan mengirim gambar ke majalah-majalah hingga pada 2003 dia menjadi kartunis purnawaktu dan rutin mengisi rubrik "Benny & Mice" di surat kabar nasional Kompas edisi hari Minggu.

Kini peraih penghargaan seni 2018 yang diadakan Yayasan Seni Rupa Indonesia itu menjadi kartunis tetap di Rakyat Merdeka dan menerbitkan sejumlah buku, di antaranya "Indonesia 1998", "Indonesia Banget", "United Color of Indonesia 1 dan 2"

Meskipun kartun-kartun Mice yang dipajang kali ini mencoba mengkritisi masyarakat hingga pejabat yang sedang mengalami "tensi tinggi" namun melalui pameran tersebut dia menawarkan optimisme akan masa depan Indonesia melalui karya-karya yang menyindir, memuji, meledek ataupun mengangkat perangai orang dari berbagai latar belakang.

Namun yang pasti pria yang sejak 2010 hingga saat ini rutin mengisi rubrik "Mice Cartoon" di Kompas Minggu itu melalui karya-karyanya mencoba mengingatkan orang Indonesia untuk tersenyum di tengah-tengah kondisi yang kusut saat ini. Seperti yang dinyatakan Wimar Witoelar saat membuka pameran 21 Juli 2018 lalu bahwa Mice selalu membuat kita tersenyum.

Baca juga: Cengar-cengir di pameran Indonesia Senyum

Pewarta: Subagyo
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018