Jakarta (ANTARA News) - DPR RI mengingatkan pemerintah mengenai beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait penyelenggaraan Ibadah Haji 2007 agar persoalan yang terjadi pada penyelenggaraan haji sebelumnya dapat dihindari. Demikian disampaikan pimpinan Komsi VIII DPR di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin, setelah melakukan kunjungan ke Arab Saudi untuk memantau perkembangan persiapan penyelenggaraan haji 2007. Pernyataan disampaikan Ketua Komisi VIII Hazrul Azwar didampingi Wakil Ketua Komisi VIII Aisyah Hamid Baidlowi, Said Abdullah, Ahmad Farhan Hamid dan Yoyoh Yusroh. DPR mengingatkan pemerintah berkaitan dengan perumahan dan katering untuk jamaah haji. Dalam kaitan ini, Raker Komisi VIII dengan Menteri Agama Maftuh Basyuni telah menyepakati pembentukan tim yang terdiri atas sembilan orang. "Namun Menteri Agama justru membentuk tim ini dengan 11 orang," kata Hazrul Azwar. Terkait pemondokan, Komisi VIII mengingatkan bahwa DPR dan pemerintah telah sepakat sebanyak 80 persen jamaah berada di lingkup jarak maksimum 1.350 meter dari Masjidil Haram, sisanya sebanyak 20 persen jamaah boleh lebih jauh tetapi dengan tetap memperhatikan ketersediaan angkutan jamaah untuk memudahkan beribadah di Masjidil Haram. Namun Komisi VIII menemukan fakta bahwa pemondokan yang telah disewa akan menempatkan kurang lebih 56 persen jamaah dalam jarak 1.300 meter sampai 2.500 meter dari Masjidil Haram. Selain itu, sekitar 9 persen pemondokan berkapasitas lebih kurang 180 orang. Artinya, akan terjadi pemisahan jamaah dalam satu kelompok terbang (Kloter) ke dalam 2-3 pemondokan. Menurut Komisi VIII, kondisi pemondokan yang telah disewa untuk tahun ini harganya lebih mahal. Kondisinya relatif tidak berbeda dengan pemondokan yang disewa pada tahun 2005 dengan harga 1.500 SR (Saudi Riyal) per jamaah. Yoyoh Yusroh mengungkapkan, pemondokan favorit yang biasa disewa bagi jamaah haji Indonesia ternyata sudah disewa negara lain. "Kita terlambat melakukan kontrak," katanya. Dia mengemukakan, sebaiknya pemerintah memutuskan untuk melakukan kontrak dalam jangka waktu lama, misalnya 10 tahun, agar setiap tahun tidak direpotkan oleh persoalan penyediaan pemondokan. Kontrak jangka panjang itu telah dilakukan negara lain dan DPR telah pula berulang kali mengingakan pentingnya hal tersebut. "Kontrak jangka panjang itu bisa dibayar setiap tahun,` katanya. Mengenai biaya katering dan pelaksanaan Katering, menurut Hazrul, Menteri Agama telah menyatakan dalam Raker dengan Komisi VIII tanggal 16 Mei 2007 bahwa biaya katering sebesar 250 SR per jamaah. Namun Menteri Agama kemudian menetapkan biaya katering sebesar 260 SR per jamaah. Dari nilai tersebut, sebesar 60 SR per jamaah diserahkan kepada muasasah sebagai biaya pelayanan di Armina (Arafah-Mina). Sisanya sebesar 200 SR per jamaah sebagai katering murni. Penyelenggara katering ditunjuk 39 maktab oleh muasasah. Satu maktab sebayak 2.500 jamaah. "Sisanya 38 maktab oleh misi haji Indonesia yang ternyata diserahkan kepada sejumlah perusahaan katering tanpa kriteria yang jelas," kata Hazrul. Persoalannya, kata dia, ada ketidaksamaan antara muasasah dengan tim 11 yang mewakili pemerintah. Penunjukkan sejumlah katering ini mengakibatkan tidak tunggalnya koordinasi manajemen katering Armina. Dalam kaitan ini, Komisi VIII memperkirakan dua hal yang perlu mendapat perhatian serius, yaitu pemondokan yang jauh dari Masjidil Haram dan katering Armina yang pelayanannya tidak dikordinasikan di bawah satu manajemen. Untuk menjamin jamaah dapat beribadah secara rutin di Masjidil Haram, maka kewajiban penyelenggara ibadah haji menyediakan bus yang jumlahnya cukup dan layak bagi jamaah haji di pemondokan yang jauhnya lebih 1.300 meter dari Masjidil Haram. "Pemondokan dengan kapasitas 180 jamaah agar diganti dengan pemondokan kapasitas minimal 450 jamaah atau satu kloter," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007