"Salah satu mekanisme formal untuk mendorong rezim keterbukaan parlemen adalah dengan terlibat dalam jejaring internasional `Open Government Partnership` (OGP)," ujar Wakil Badan Kerja Sama Antar-Parlemen DPR RI (BKSAP), Rofi` Munawar di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi OGP (Open Parliament Day) ke-5 di Tbilisi, Georgia, pada Kamis (19/7).
Rofi` menjelaskan bahwa pada KTT OGP ke-5, untuk pertama kali DPR RI terlibat secara formal sebagai Delegasi Indonesia bersama unsur pemerintah dan masyarakat sipil.
Menurut politisi PKS ini, meskipun keterlibatan DPR di forum "Global Open Government" baru pertama kali, namun pemerintah Indonesia pada dasarnya telah menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan parlemen sejak lama.
"Pada beberapa tahapan dan mekanisme DPR telah diterapkan secara terbuka. Menimbang bahwa rezim keterbukaan telah menjadi bagian daro dinamika global, maka BKSAP memutuskan DPR perlu mendeklarasikan diri sebagai Parlemen Terbuka dan dengan itu maka lembaga ini mengikuti standar internasional tentang keterbukaan," lanjut Rofi.
Delegasi DPR RI pada KTT tersebut berpartisipasi aktif dalam
"Open Parliament Day", yaknj sebuah sesi khusus yang diselenggarakan oleh Parlemen Georgia guna mendukung KTT OGP kali ini.
Isu-isu yang menjadi pembahasan di acara tersebut, jelas Rofi, sangat relevan dengan aktivitas keparlemenan dewasa ini.
"Isu soal transparansi, penggunaan teknologi, hingga kejelasan regulasi soal lobi diperlukan oleh DPR," katanya.
Sebagai contoh, peraturan terkait lobi dan negosiasi di Indonesia selama ini belum diatur secara jelas, karenanya banyak penafsiran regulasi yang bersifat lentur.
"Jadinya seolah-olah menjebak. Nanti jika ada anggota parlemen bertemu dengan pihak A atau B bisa disebut `kongkalikong` dan lainnya. Padahal di negara modern yang transparan, proses lobi diakui, sepanjang pelobi terdaftar dan akuntabel, serta prosesnya transparan," lanjutnya.
Menurut Rofi`, rencana keterlibatan DPR RI lebih dalam untuk Keterbukaan Parlemen (Open Parliament) dengan memasukkan rencana aksi Keterbukaan Parlemen yang terpisah dari pemerintah patut diapresiasi. Dengan mekanisme pengajuan rencana aksi yang terpisah ke OGP, maka keberlanjutan keterlibatan DPR di forum tersebut semakin baik.
Mekanisme partisipasi bersama dengan masyarakat sipil akan tercipta dan proses internasional OGP seperti "Independent Review Mechanism" (IRM) atau Mekanisme Kajian Independen dan "self assessment" atau penilaian mandiri harus diikuti.
Rofi` berharap inisiatif tersebut berlanjut dan meluas. "Apabila DPR jadi mengajukan rencana aksi Keterbukaan Parlemen yang terpisah, maka dipastikan menjadi bagian gerbong sepuluh besar parlemen di dunia yang telah mendaftarkan rencana aksi terpisah dari pemerintah dan ini sebuah prestasi tersendiri," kata dia.
"Open Parliament Day" digelar dengan melibatkan panelis dari kalangan terkemuka seperti CEO OGP, Sanjay Pradhan, Mantan Perdana Menteri (PM) Selandia Baru dan juga Administrator UNDP (Badan PBB bidang program pembangunan), Helen Clark serta praktisi masyarakat sipil dari lembaga demokrasi, NDI Westminster Foundation for Democracy.
Para peserta KTT diperkenalkan dengan berbagai penggunaan perangkat digital untuk menunjang peran konstitusional lembaga legislatif.
Pewarta: Libertina W. Ambari
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018