Banda Aceh (ANTARA News) - Komite Peralihan Aceh (KPA) menilai, ada elit politik yang sengaja membangun polemik soal hasil Pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kabupaten Aceh Tenggara (Agara) untuk menciptakan konflik di Provinsi Aceh dengan pola baru. "Kami menduga pihak-pihak yang terlibat dalam membangun polemik Pilkada di Aceh Tenggara merupakan sebuah episode membangun konflik Aceh dengan pola baru," kata Juru bicara KPA Pusat, Ibrahim Syamsuddin KBS di Banda Aceh, Minggu. Ia menyatakan, soal Pilkada Agara, semua episode "sandiwara" sudah selesai, surat keputusan pengangkatan Bupati/Wakil Bupati sudah ditandatangani Mendagri. Untuk itu, semua pihak harus menerima ini sebagai putusan final. Mendagri menentapkan pasangan Hasanuddin dan Syamsul Bahri sebagai Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tenggara. Dikatakan, adalah tidak patut kemudian ada pihak yang menghalangi proses pelantikan Bupati/Wakil Bupati terpilih yang sudah disetujui Mendagri. "Kami tidak membela siapa-siapa dan tidak kenal dengan pemenang. Yang harus kami bela adalah kepentingan Aceh secara keseluruhan," ujarnya. Disebutkan, selama ini Kabupaten Agara tidak pernah bergejolak, tapi akhir-akhir ini ketika bagian Aceh lainnya sudah aman, tiba-tiba daerah itu dipicu dengan konflik baru, yaitu pro kontra hasil Pilkada yang telah berlangsung 11 Desember 2006. Ibrahim menyatakan, DPRD Agara tidak pantas beraksi seperti itu dan memaksakan kehendak untuk melanggar proses demokrasi di daerah itu. Sebagian anggota DPR Kabupaten Agara menyatakan, tidak akan hadir pada acara pelantikan Bupati/wakil bupati setempat oleh Gubernur Irwandi Yusuf, atas nama Mendagri. "Patut diduga beberapa elit politik di dewan punya simbiosis dengan penguasa lama. Mungkin mereka khawatir kalau kekuasaan beralih, maka borok `perselingkuhan` mereka terbuka. Selama ini, hasil laporan yang kami terima, Agara termasuk daerah paling bermasalah dan banyak penyimpangan anggaran, begitu juga illegal logging, aktor utamanya adalah elit politik termasuk di DPRK Agara," katanya. Disebutkan, KPA juga mempertanyakan pernyataan dua elit Partai Golkar, yaitu Agung Laksono dan Ferry Mursyidan Baldan, yang menyatakan terkejut dengan penetapan pasangan Bupati/wakil bupati yang sudah ditandatangani Mendagri. "Terlihat sekali apa yang mereka ucapkan tidak lebih dari upaya harap melanggengkan kekuasaan kadernya, walaupun menyalahi aturan," ujarnya. Sebaiknya elit politik pusat agar tidak berkomentar sesuatu yang tidak memahami konteks. "Ferry adalah putra Aceh, nasionalisme anda memang diancungi jempol, untuk itu sayangilah saudara anda dengan berusaha membawa suasana yang lebih sejuk," katanya. Selama ini elit Partai Golkar di pusat terkesan selalu merasa benar, namun dari pernyataan soal Pilkada Agara, jelas terlihat sekali mereka tidak berpihak kepada demokrasi. Ia menyatakan, usai Pilkada lalu, ada kader Partai Golkar yang terpilih menjadi bupati, padahal masih dalam masalah hukum, namun Pemerintah Aceh tetap melantik, karena memang hasil pilihan rakyat.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007