Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj bicara soal kemiskinan di depan Presiden Joko Widodo saat acara Musyawarah Nasional VI Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII).

"Kemiskinan, Alhamdulillah, kemiskinan turun satu digit, tapi yang harus kita dorong adalah keadilan distribusi," kata Said Aqil saat acara peresmiaan pembukaan Munas VI IKA PMII di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan masih banyak orang miskin, terutama di daerah pinggiran separti di daerahnya, Cirebon, Jawa Barat.
Ketua PBNU ini mengatakan prinsip di NU sudah sangat jelas garisnya, dimana dari segi akidah, yakni ahlulsunnah wal jamaah dan moderat.

Sedangkan dari segi ideologi mendukung prinsip empat Pilar Kebangsaan dan dari Qobilahnya (rombongannya) prinsip kebangsaannya jelas.

"Namun ada prinsip yang menurut NU belum jelas garisnya, yakni 'ghaniyah' atau pembagian. Yang belum jelas Pak Presiden, ghaniyah, bagi-baginya belum rata," katanya.

Said Aqil mengaku pernah menyampaikan kepada Presiden bahwa Paket kebijakan yang sudah diterbitkan hingga 14 kali belum menyentuh warga NU yang paling bawah.

"Tetangga saya di Kampung Kempet, Cirebon, yang namanya Solikin, Jumadi, Madrais, Zulkifli, begitu-begitu aja, padahal sudah 14 kali kebijakan ekonomi,.nggak ada yang berubah, gitu-gitu aja. Padahal sudah 14 kali Paket Kebijakan Ekonomoi belum berubah. Yang berubah mungkin Jakarta," kata Said Aqil.

Ketua PBNU juga membacakan surat Alquran yang bermakna bahwa percuma berorganisasi, bergabung dengan ormas atau bernegara baik di pemerintahan maupun DPR jika tidak membahas tiga hal, yakni pengentasan kemiskinan, kemakmuran rakyat dan mempersatukan masyarakat.

Terkait kemakmuran rakyat, Said Aqil mengatakan berkaitan dengan dengan kesehatan dan lowongan pekerjaan.

Dia melihat masih banyak angka kematian ibu dan anak masih sangat tinggi, gizi buruk, stunting dan kebanyakan orang NU.

"Maka itu, Allah menegaskan, sama sekali tidak ada nilai baiknya kamu bernegara, kamu berparpol, berormas, percuma itu RDP kecuali kalau yang dibahas megentaskan kemiskinan," katanya.

Ketua PBNU ini juga mengkritik kebijakan pasar bebas yang tidak berdampak baik terhadap masyarakat kecil, terutama pengusaha-pengusaha kecil.

"Logika pasar bebas sangat penuh dengan kezaliman. Filosofi pasar bebas semua bersaing di pasar, baik besar maupun kecil. Kita bukan anti-konglomerat, tapi konglomerat yang peduli dengan kelas menengah dan kelas bawah," katanya.

Said Aqil yakin pemerintah bisa mengatasi program kemiskinan dan kemakmuran rakyatnya ini, namun untuk persatuan masyarakat dan bangsa akan banyak tantangannya, apalagi dipengaruhi oleh pesta demokrasi dan kegiatan politik.

"Entah kapan-kapan dua program ini akan selesai," tambahnya.

"Ini paling berat Pak Presiden. Mensolidkan masyarakat, mensolidkan bangsa. Apalagi habis Pilkada, atau akan Pilkada, bagaimana menyatukan kembali, rekonsiliasi," katanya.

Dia menyebut bahwa ada gesekan atara politisi dengan politisi, pedagang dengan pedagang, guru konflik dengan guru.

"Kyai nggak akur dengan kyai, kyai kecil itu, kyai pinggiran. Jadi tugas paling berat," katanya.

Namun, Ketua PBNU ini mengatakan bahwa warga NU memiliki cara jitu dan murah menyatukan umat, yakni yakni majelis zikir, tahlilan, yang merupakan wadah mediasi.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018