Kupang (ANTARA News) - Di tengah cuaca buruk yang diikuti gelombang tinggi, banyak nelayan terpaksa berhenti melaut dan memilih kerja serabutan untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka.
Hal itu diakui seorang nelayan nelayan kapal cakalang yang berbasis di tempat pelelangan ikan (TPI) Tenau Kota Kupang, Muhamad Nasir, di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Jumat.
Ia mengungkapkan para nelayan kapal cakalang di daerah setempat mulai bekerja serabutan karena tidak bisa melaut selama musim paceklik atau cuaca buruk.
"Semua kapal nelayan cakalang yang berbasis di Kota Kupang masih parkir akibat cuaca buruk, sebagian bekerja serabutan jadi buruh, tukang, kondektur, dan lain-lain," kata Muhamad Nasir yang juga pemilik sekaligus nahkoda kapal cakalang KM Nurul Hikmah itu .
Ia pun memanfaatkan waktu "paceklik" itu dengan memperbaiki kapalnya.
"Jadi selain ada yang cari-cari kerja serabutan, ada yang hanya jaga kapal, renovasi kapal. Paling kegiatan hanya seperti itu saja di saat musim paceklik seperti ini," ujarnya.
Menurut dia, saat ini jumlah kapal cakalang yang berbasis di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur itu sekitar 14 unit.
Dengan asumsi satu kapal mempekerjakan lebih dari 10 nelayan, lanjutnya, maka jumlah nelayan cakalang tidak melaut mencapai lebih dari 100 orang.
"Memang nelayan tidak berkutik saat cuaca buruk, di sisi lain pasokan umpan hidup dari kapal bagan juga lemah, kecuali yang di Flores dan sekitarnya mungkin masih bisa melaut karena pasokan umpan juga bagus di sana," katanya.
Ia mengatakan, para nelayan masih terus memantau kondisi cuaca di wilayah perairan dan biasanya musim paceklik seperti ini berlangsung hingga akhir Agustus.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Kupang Maksi Effendi Ndun, secara terpisah mengemukakan pekerjaan serabutan yang dikerjaan para nelayan setempat selalu menjadi pemandangan lazim ketika musim paceklik.
"Terutama nelayan cakalang yang area tangkapan ikannya di wilayah perairan yang sedang dilanda cuaca buruk seperti selatan Pulau Timor, Laut Sawu dan sekitarnya," katanya.
Ia mengatakan, kesulitan pasokan umpan juga menjadi kendala tersendiri ketika cuaca buruk karena nelayan masih mengandalkan pasokan ikan hidup dari kapal-kapal bagan yang melaut di jarak dekat.
Untuk itu, pihaknya berharap pemerintah daerah memperbanyak usaha budidaya ikan di darat sehingga bisa menjadi pemasok umpan untuk nelayan ketika musim cuaca buruk terjadi.
"Sebenarnya saat paceklik juga masih memungkinkan bisa melaut terutama titik perairan yang lebih tenang, tapi karena cuaca buruk itu selalu diikuti dengan lemahnya pasokan umpan sehingga nelayan hanya pasrah saja," katanya.
Baca juga: Nelayan Sadeng tetap melaut meskipun gelombang tinggi
Baca juga: Nelayan Sangihe diminta waspada gelombang tinggi
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018