Padang (ANTARA News) - Puluhan warga Kampung Juar, Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang, Sumbar, dikagetkan oleh suara cukup keras saat terbalik 14 gerbong dari 20 gerbong kereta api (KA) muatan semen curah dan keluar rel, Minggu sekitar pukul 09.30 WIB, tidak ada korban jiwa pada kejadian itu. "Awak pikir semula suara itu dari rubuhnya bangunan karena guncangan gempa," ujar seorang ibu berada di sekitar lokasi kejadian, yang mengaku, saat mendengar suara keras itu secepatnya merangkul anaknya dan lari keluar rumah, mengira sudah terjadi gempa. Kota Padang dan sejumlah kota lainnya di Sumbar, sejak Kamis malam hingga Jumat subuh dua kali diguncang gempa masing-masing berkekuatan 4,6 SR dan 4,8 SR. Berbeda dengan Oyon (45), saksi mata juga warga setempat, mengaku, kaget merdengar suara begitu keras dan seketika itu jalur rel dipenuhi kabut di tengah melintasnya kereta api, yang gerbongnya berupa tangki itu penuh dengan semen curah, asal produksi PT Semen Padang. "Setelah asap hitam berlalu, saya hanya lihat sejumlah gerbong sudah rubuh," kata Oyong yang tengah berada di lahan sawahnya hanya berjarak hitungan di bawah 10 meter dari rel kereta api itu. Oyong, bersama belasan rekan petani lainnya tengah memanen padi di sawanya mengatakan, tidak ada warga atau petani yang tertimpa oleh gerbong yang terbalik itu. Posisi gerbong yang terbalik dan berada diluar rel itu, berada pada kawasan persawahan, yang sehari-harinya memang sepi, dan jarang warga lewat di sisi rel itu. "Saya tak menduga akan kejadi ini," katanya dan menambahkan, biasanya kereta api membawa belasan gerbong lancar-lancar saja lewat di sini. Kereta api dengan dua lokomotif menarik 20 gerbong masing-masing bernomor lokomotif BB 30352 dan BB 30348 dengan masinis Syahrial, berangkat dari Bukit Indarung (lokasi industri Semen Padang) tujuan Bukit putih Teluk Bayur. Dari 20 gerbong itu, enam gerbong terbalik, tiga miring dan keluar rel, lima berada di luar rel, dan dua gerbong tetap berada di dalam rel namun posisinya dibagian belakang.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007