Anak stunting angka mortalitasnya 4 kali lebih tinggi, IQ bisa turun 11 dan income-nya di masa depan bisa turun 22 persen

Jakarta (ANTARA News) - Belakangan ini bahasan mengenai stunting mengemuka di berbagai seminar kesehatan. Para ahli kesehatan menekankan di setiap ulasannya mengenai bahaya stunting dan upaya mencegahnya.

Sebenarnya apa itu stunting, apa sebatas perawakan tumbuh pendek? dampaknya pada anak? Apa benar bisa mempengaruhi IQ anak?

Berikut penjelasan spesialis nutrisi dan penyakit metabolik dari RSCM, Dr. dr. Damayanti R. Sjarif Sp. A(K) dalam sebuah seminar media di Jakarta belum lama ini.

Semua perawakan pendek disebut stunting?

Stunting bagian dari perawakan pendek, disebabkan kondisi kesehatan atau nutrisi suboptimal terutama kualitas dan kuantitas asupan makanan yang salah.

Disebut perawakan pendek jika panjang badan atau tinggi badan menurut umur berada di bawah Zscore -2 WHO Growth Standard.

Tanda awal stunting dan sejak kapan?

Usia 2-3 bulan, dimulai dari berat badan kurang atau menurun dan terus dibiarkan. Begitu berat badan turun, asupan energi tidak cukup. Pada anak yang beratnya di bawah 10 kg, 50 persen energi digunakan untuk perkembangan otak. Bila dia kekurangan energi, yang menjadi korban adalah otaknya.

Baca juga: Pakar: cegah "stunting" sejak anak dalam kandungan

Dampaknya?

Penelitian dalam jurnal Nutritional Neuroscience pada 2014 menunjukkan, mereka yang sudah terkena gizi buruk di usia 1 tahun, memiliki IQ di bawah 70 pada usia 40 tahun dan 40 persen IQ-nya di bawah 90 atau selevel kecerdasan anak usia sekolah menengah pertama.

Anak stunting angka mortalitasnya 4 kali lebih tinggi, IQ bisa turun 11 dan income-nya di masa depan bisa turun 22 persen (kesempatan bekerja terbatas karena IQ rendah).

Selain itu, anak yang menderita stunting akan mengalami sejumlah masalah kesehatan seperti penurunan fungsi kekebalan, gangguan sistem pembakaran lemak dalam jangka pendek.

Dalam jangka panjang, anak akan mengami obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi dan osteoporosis.

Baca juga: Tubuh pendek rugikan masa depan anak

Jika berat badan anak turun, orang tua harus apa?

Pastikan penyebabnya, misalnya apa produksi ASI tidak cukup, kelainan pada anak seperti kelainan jantung sehingga tidak bisa menyusu normal.

Pada anak usia di atas 4 bulan, bisa diberi makanan pendamping sesuai anjuran petugas kesehatan. Cara mengetahui anak sudah bisa makan? Dia sudah bisa duduk, kepala tegak dan ada refleks menjulurkan lidah.

Makanan pendamping ASI harus diberikan paling lambat pada usia 6 bulan (karena kandungan giz ASI sudah turun) sambil melanjutkan pemberian ASI.
Contoh makanannya? Makanan keluarga, misalnya nasi uduk (mengandung santan, lemak, telur, bumbu-bumbu) dengan syarat tesktur harus halus dulu. Makin lama bisa makin kasar teksturnya.

Makanan untuk mencegah stunting?

Makanan yang merangsang pertumbuhan tinggi, energi (karbohidrat dan lemak), harus cukup protein terutama hewani karena zat ini akan dipakai untuk tumbuh.

Batita dianjurkan mengonsumsi 1,1 gram protein/kg/berat badan yang berkualitas tinggi (mengandung asam amino esensial lengkap) setiap hari, yang didapat dari sumber hewani seperti daging sapi, ayam, ikan, telur atau susu.

Penelitian menunjukkan anak yang mendapat protein 15 persen dari total asupan kalori mempunyai tinggi badan lebih daripada mereka yang mendapatkan protein 7,5 persen.

Baca juga: Rumus ukur potensi tinggi badan anak

Stunting bisa diperbaiki?

Malnutrisi di 1000 hari pertama itu irreversible. Dikasih makan dan stimulasi bagus pun IQ hanya berada di tengah
Oleh karenanya, jangan sampai berat badan anak turun, harus cepat diatasi.

Strategi turunkan resiko stunting?

Begitu anak lahir ukur panjangnya, di bawah usia 2 tahun sambil dia tiduran, di atas usia 2 tahun berdiri. Harus curiga kalau berat badannya turun.

Terapi untuk anak berperawakan pendek bukan stunting?

Perawakan pendek bukan stunting bisa dengan terapi bedah, teknik pemanjangan tungkai.

Baca juga: Remaja putri anemia berisiko lahirkan anak "stunting"

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018