bukti-bukti yang tadinya kita anggap sebagai bisa melengkapi penanganan perkara ini, ternyata oleh MK dinyatakan tidak sah sebagai barang bukti itu, dan sekarang prosesnya sudah selesai...
Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menyatakan sudah tidak memburu pengusaha M Riza Chalid, yang suaranya terekam dalam pembicaraan tentang divestasi Freeport Indonesia yang melibatkan Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin, yang juga mencakup pembagian saham untuk beberapa pejabat.
"Bagi kita secara hukum kasus yang berkaitan dengan Freeport yang kamu sebutkan itu sudah selesai," kata Jaksa Agung HM Prasetyo tentang kasus rekaman "Papa Minta Saham" itu seusai menghadiri kegiatan Pernikahan Massal untuk menyambut HUT Ke-58 Adhyaksa di Jakarta, Kamis.
Ketika dimintai tanggapan mengenai kehadiran Riza Chalid dalam acara Akademi Bela Negara Partai Nasdem, ia mengatakan: "Silakan, urusan dia, kok nanya ke saya, saya sendiri juga hadir di situ."
Pada awal Januari 2016, Kejaksaan Agung mengaku kesulitan menghadirkan Riza Chalid untuk meminta keterangan mengenai rekaman Papa Minta Saham.
Kejaksaan saat itu sudah meminta keterangan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Sekjen DPR, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin. Rekaman tersebut juga sudah ada di tangan kejaksaan.
Prasetyo menjelaskan bahwa tidak semua perkara itu berkonotasi ke persidangan.
"Tergantung kepada fakta dan bukti yang ada, kalian tahu persis perjalanan kasus itu. Ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai hasil rekaman yang dinyatakan bukan barang bukti. Kamu tahu enggak itu? Tahu tidak tuh?" katanya.
"Jadi bukti-bukti yang tadinya kita anggap sebagai bisa melengkapi penanganan perkara ini, ternyata oleh MK dinyatakan tidak sah sebagai barang bukti itu, dan sekarang prosesnya sudah selesai," ia menambahkan.
Menurut putusan MK mengenai uji materi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, penyadapan adalah kegiatan yang dilarang karena melanggar hak konstitusional warga negara, khususnya hak privasi untuk berkomunikasi sebagaimana dijamin oleh Pasal 28F UUD 1945. Dalam konteks penegakan hukum pun, Mahkamah berpendapat, kewenangan penyadapan juga seharusnya sangat dibatasi.
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018