Selama bansos tepat sasaran dan tidak terlambat itu sudah bagus. Namun bansos itu kan bergantung dari APBN. Jika bansos dipangkas, jumlah orang miskin berpotensi naik
Jakarat (ANTARA News) - Efektivitas belanja sosial dan pembangunan infrastruktur melalui instrumen fiskal perlu terus ditingkatkan agar secara berkelanjutan mampu mengurangi jumlah penduduk miskin dan mempersempit jurang ketimpangan yang selama ini menjadi kelemahan dari pencapaian pertumbuhan ekonomi, kata seorang ekonom.
"Selama bantuan sosial (bansos) tepat sasaran dan tidak terlambat itu sudah bagus. Namun bansos itu kan bergantung dari APBN. Jika bansos dipangkas, jumlah orang miskin berpotensi naik," kata Ekonom INDEF Bhima Yudistira di Jakarta, Kamis.
Berdasar data BPS yang dirilis Juli 2018 ini untuk periode Maret 2018, angka kemiskinan menurun menjadi 9,82 persen atau masih terdapat 25,95 juta penduduk termasuk kategori miskin. Angka itu berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang atau 10,12 persen.
Penurunan angka kemiskinan itu, lanjut Bhima, tidak terlepas dari peningkatan jumlah penerima bansos di 2017 ke 2018 yang naik dari enam juta rumah tangga menjadi 10 juta rumah tangga. Hal itu menopang pertumbuhan pengeluaran kelompok masyakarat miskin.
Baca juga: Kelancaran bansos disebut kunci penurunan angka kemiskinan
Maka dari itu, program bansos menjadi salah satu program yang harus diprioritaskan pemerintah. Politik anggaran dalam APBN perlu terus mendukung efektivitas bansos kepada masyarakat miskin, baik dari postur anggaran, efektivitias penyaluran dan jumlah masyarakat penerima.
"Misalnya PKH tahun 2017 ada enam juta rumah tangga lalu naik ke 10 juta rumah tangga. Otomatis orang miskin yang dapat bantuan semakin banyak," ujarnya.
Selain itu, pemberdayaan masyakarat miskin untuk lebih mandiri juga harus terus digiatkan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk berusaha dan memperoleh pendapatan yang lebih banyak. Salah satu upayanya dengan pembangunan infrastruktur, terutama di daerah, agar biaya logistik dapat berkurang.
"Infrastruktur juga harus padat karya. Usulannya infrastruktur harus menggandeng kontraktor skala kecil di daerah, jadi ada proses pemerataan pembangunan," ujar dia.
Namun, rendahnya garis kemiskinan yang digunakan BPS, menurut Bhima perlu dikaji kembali. Bhima mengatakan BPS masih menerapkan angka garis kemiskinan Rp400 ribu per orang per bulan. Artinya, jika pengeluaran seseorang di bawah Rp400 ribu per bulan, dia berada di bawah garis kemiskinan dan termasuk kategori penduduk miskin.
"Garis kemiskinan itu masih jauh di bawah standar Bank Dunia. Standar Bank Dunia untuk negara berpendapatan menengah ke bawah seperti Indonesia, yakni 3,2 dolar AS per kapita per hari. Asumsinya dengan kurs rupiah Rp14.400 per dolar AS didapat tingkat minimum pendapatan Rp1,3 juta per orang per bulan," ujarnya.
Baca juga: Kemensos pastikan bansos mampu tekan kemiskinan
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2018