Semarang (ANTARA News) - Terkonsentrasinya guru di perkotaan menyebabkan sekolah di perdesaan kekurangan guru, padahal rasio guru dengan murid di Indonesia sudah ideal karena jauh melampaui rasio guru murid di negara maju seperti Korea Selatan, Jepang, dan Malaysia Sekretaris Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas Giri Suryatmana dalam lokakarya Pengembangan Pembelajaran Inovatif di Semarang, Sabtu mengatakan, rasio guru murid di Indonesia 1:14, sedangkan Korsel 1:30, Malasya 1:25, dan Jepang 1:20. "Namun yang menjadi persoalan adalah distribusi yang tidak merata karena guru-guru menumpuk di sekolah perkotaan, sedangkan di perdesaan masih kekurangan guru," katanya. Akibat terlalu banyak guru di perkotaan, katanya, sebagian dari mereka kekurangan jam mengajar yang seharusnya minimal 24 jam per minggu. "Jika distribusinya merata, sekitar 2,7 juta guru bisa memberikan pelayanan peserta didik secara baik," katanya. Ia mengungkapkan, sekitar 76 persen sekolah di perkotaan mengalami kelebihan guru, sementara 83 persen sekolah di pelosok dan perdesaan kekurangan tenaga pengajar. "Depdiknas kini tengah merintis program penempatan guru di daerah pelosok dengan memberi tunjangan khusus," kata Giri. Pada kesempatan itu, ia mengritik sejumlah guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang melakukan unjuk rasa menuntut perbaikan tunjangan dan dipenuhinya alokasi anggaran 20 persen dari APBN/APBN. Menurut dia, tidak sepantasnya guru menyampaikan aspirasinya dengan cara seperti itu karena selain kurang mendidik, sebenarnya ada saluran yang lebih elegan untuk menyampaikannya. Apalagi PGRI sejak awal didirikan sebagai wadah untuk meningkatkan profesionalisme guru. "PGRI kok malah begitu. Mau dibawa ke mana PGRI. Ada anak pendiri PGRI sampai menangis melihat PGRI melakukan demo seperti itu," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007