Jakarta (ANTARA News) - Pengembangan pembangkit listrik di tiap daerah harus memperhatikan potensi energi lokal yang ada, baik itu angin, air, batubara atau surya, sebagai energi primer agar lebih efektif dan efisien, demikian disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan.
"Tiap daerah memiliki karakteristik alam yang berbeda-beda. Pembuatan energi (pembangkit) harus disesuaikan dengan kemampuan dan potensi masing-masing daerah agar lebih optimal," ujar Jonan di Jakarta, Rabu.
Jonan menjelaskan, pemerintah terus mendorong PT PLN (Persero) untuk mengoptimalkan penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dengan mempertimbangkan efisiensi harga dan menjaga keseimbangan supply dan demand serta status kesiapan pembangkit.
Indikasi pemilihan lokasi pembangkit juga bagian tak kalah penting. Dengan begitu, pengembangan kapasitas pembangkit secara tidak langsung akan memperhatikan ketersediaan energi primer setempat.
Baca juga: Presiden tegaskan komitmen pemerintah kembangkan pembangkit listrik berenergi terbarukan
Baca juga: Panel surya atap solusi penuhi kebutuhan listrik rumah tangga
Pemerintah misalnya telah mendorong pengembangan energi surya lewat regulasi.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero), target penggunaan energi surya di Indonesia mencapai 1047 MegaWattpeak (MWp) sampai dengan tahun 2025. Sampai dengan tahun 2018, pemanfaatan energi surya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ditargetkan sebesar 94,42 MWp.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM M. Arifin mengungkapkan bahwa pemanfaatan energi surya di Indonesia masih sangat kecil dari total potensi yang tersedia.
Salah satu tantangan yang dihadapi pengembangan PLTS adalah kebutuhan teknologi penyimpanan daya yang lebih handal bagi sistem offgrid dan perlunya keberadaan pembangkit cadangan untjk sistem on grid.
PLTS juga dihadapkan pada keterbatasan tidak bisa ditransportasikan serta minimnya sumber daya manusia (SDM) yang menguasai teknologi PLTS
Lebih lanjut Arifin menjelaskan bahwa Kementerian ESDM khususnya melalui Ditjen EBTKE telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi tantangan tersebut dengan membuat regulasi terkait pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk pembangkit listrik baik komersial maupun non komersial.
"KESDM khususnya Ditjen EBTKE memfasilitasi terbentuknya gerakan nasional sejuta surya atap, pembentukan tim gabungan untuk mengatasi permasalahan pendanaan yang terdiri dari ditjen EBTKE, Kementerian keuangan, OJK, PLN, melakukan pertemuan dengan para pelaku bisnis energi surya untuk penyusunan peraturan tentang PLTS atap", jelas Arifin.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Andika menyatakan pihaknya mencanangkan erakan satu juta surya atap hingga 2025 bersama Ditjen EBTKE Kementerian ESDM.
"Kalau dikonversikan itu sekitar 1000 MW atau 1 GW. Ini suatu angka yang memang besar tapi bukan suatu hal yang mustahil untuk dicapai karena jumlah pelanggan PLN di pulau Jawa juga cukup besar, dan kalau memang ada peraturan atau regulasi yang memungkinkan akan lebih mudah pelanggan PLN memasang fotovoltaik di atap bangunan masing-masing, sehingga target untuk mencapai target 1000 MW di tahun 2025 insya Allah bisa dicapai," kata Andika.
Baca juga: Smart Grid, solusi dari Huawei untuk optimalisasi energi listrik
Baca juga: Barata dan perusahaan Spanyol kembangkan pembangkit listrik
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018