"Seharusnya Pemkot Bogor dalam membuat aturan KTR cukup membatasi bukan melarang. Ketentuan peraturan yang ada kan hanya membatasi, misalnya tidak boleh di jalan protokol, kawasan pendidikan, tempat ibadah, dan lain-lain," kata peneliti KPPOD Yudha Prawira, di Jakarta, Rabu.
Menurut Yudha, di tingkat nasional pun saat ini tidak ada pelarangan iklan rokok, yang ada hanya pembatasan. "Namun di Bogor bertolak belakang, malah di mini market pun semua produk harus ditutup tak boleh tampak," ujarnya.
Kondisi ini menurut Yudha akan merugikan pelaku usaha, karena tidak sejalan dengan semangat yang ingin menciptakan iklim investasi dan usaha yang baik.
Seperti diketahui, menurut PP 109/2012, pemajangan produk rokok masih diperbolehkan di tingkat ritel.
"Bila membuat aturan pelarangan, harus muncul dari pusat. Itu pun setelah melakukan kajian komprehensif seperti kesehatan, bisnis, dan masih banyak lagi," lanjutnya.
Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi VI Aria Bima mengatakan bahwa Perda KTR di Bogor sebaiknya lebih memperhatikan beberapa aspek, seperti pendapatan negara, perburuhan, kesehatan, aspek industri, aspek perkebunan dan lain-lain.
"Semua aspek harus menjadi dasar pertimbangan pembuatan peraturan tersebut dengan poin-poin yang tidak berbenturan dengan aturan nasional," katanya.
Ia menegaskan bahwa hingga kini rokok itu bukan bahan terlarang sehingga perlakuannya pun harus sewajarnya dan cukup ada pengaturan.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018