Kolonodale, Sulteng (ANTARA News) - Jumlah korban tewas akibat banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng), terus meningkat dan saat ini sudah mencapai 67 orang serta dan 18 lainnya masih dinyatakan hilang. Tambahan jumlah korban jiwa tersebut setelah tim SAR gabungan yang menggunakan alat berat pada Jumat (3/8) berhasil mengevakuasi empat jenazah yang semuanya wanita tertimbun material longsoran di desa Ueruru, yakni Syntia (1,5), Abaria (9), Syamsiah (11), dan Annisa (17). Data dari Satuan Pelaksana Penangulangan Bencana dan Pengungsi (Satlak PBP) Kabupaten Morowali di Kolonodale, Sabtu, menyebutkan dari total jumlah korban tersebut terbanyak berasal dari desa Ueruru yaitu 41 meninggal dunia dan 18 masih hilang. Desa Boba sebanyak 14 orang meninggal dunia, Paranggo (4), Kolo Atas (4), serta desa Tambarobone dan Lemo masing-masing dua orang. Desa-desa ini berada dalam wilayah kecamatan Bungku Utara dan Mamosalato. Dikonfirmasi terpisah, Komandan Korem 132/Tadulako (Wilayah Sulteng) Kolonel Arm AAG Suardhana di Kolonodale (bekas ibukota Kabupaten Morowali) mengatakan tim evakuasi berasal kesatuan TNI (AD dan AL), Polri, relawan dari berbagai elemen, dan masyarakat setempat masih terus mencari para korban yang dinyatakan hilang. Upaya pencarian, katanya, masih difokuskan di desa Ueruru, sebab umumnya mereka yang dinyatakan hilang tersebut berasal dari desa ini yang sudah rata tertimbun longsoran bukit pada peristiwa tragis 22 Juli 2007. Kolonel Suardhana juga mengatakan, para pengungsi di Baturube (ibukota kecamatan Bungku Utara)--terkonsentrasi di lima titik--saat ini mulai menjalani terapi psyhis dengan mendapatkan bimbingan rohani pada malam hari di tempat-tempat pengungsian dan rumah ibadah yang dilakukan oleh para rohaniawan. Langkah ini dilakukan guna menghilangkan penyakit stres yang diderita mereka akibat memikul beban penderitaan yang sangat berat seperti kehilangan anggota keluarga, harga benda, serta mata-pencahariannya. Namun demikian, Kolonel Suardhana menyatakan yang diperlukan sekarang adalah penyediaan alat-alat bermain dan buku bacaan bagi anak-anak disertai tenaga pembimbingnya, guna menghilangkan rasa kebosanan mereka di pengungsian sambil menunggu pembangunan kembali tempat hunian mereka yang rusak parah akibat diterjang banjir bandang disertai tanah longsor. "Ini sangat penting agar anak-anak pengungsi itu juga tidak mengalami stres atau menjadi liar," tuturnya. Sementara itu, sebagian pengungsi asal Baturube sejak Jumat (3/8) mulai kembali ke rumah mereka masing-masing dan membersihkan lumpur yang meredam bagian dalam dan luar rumah. Sejak dihajar banjir bandang selama lebih sepekan sejak 17 Juli 2007, sebagian besar rumah penduduk di ibukota kecamatan Bungku Utara tersebut terendam air hingga mencapai ketinggian dua meter. Pembersihan lumpur yang disertai material lain yang terbawa arus air juga mulai dilakukan di sekolah-sekolah, pasar, dan kantor pemerintahan yang ada di Baturube serta sejumlah desa sekitar.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007