Tokyo (ANTARA News) - KBRI Tokyo, Jepang kini semakin menggiatkan diplomasi informal (soft diplomacy) guna menarik minat pengusaha Jepang untuk kembali menanamkam modalnya di tanah air, menyusul sikap wait and see dari kalangan pengusaha Negeri Sakura itu terhadap iklim usaha di Indonesia. "Persahabatan dengan Jepang tidak bisa ditunggu lagi, tetapi harus didorong. Apalagi hubungan ini juga akan diteruskan ke generasi selanjutnya," kata Duta Besar RI untuk Jepang Jusuf Anwar di Tokyo, Sabtu. Dubes mengemukakan hal itu menjawab pertanyaan mengenai upaya-upaya yang dilakukan KBRI Tokyo untuk mendorong kembali pengusaha Jepang ke Indonesia. Saat ini Jepang belum memasukkan Indonesia dalam top list negara tujuan investasinya. Menurut survei Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Indonesia kini menempati urutan nomor sembilan dalam daftar negara tempat tujuan investasi. "Pertemuan-pertemuan informal seperti makan malam, kunjungan pribadi atau kegiatan olah raga bersama kian digalakkan, karena membangun kembali kepercayaan itu membutuhkan keuletan tersendiri," ujar mantan menteri keuangan itu. KBRI sendiri pada Jumat (3/8) lalu menggelar jamuan makan malam dengan mengundang FEC (The International Friendship Exchange Council), kelompok bepengaruh di Jepang yang terdiri atas pimpinan perusahaan multinasional Jepang, para akademisi dari berbagai perguruan tinggi ternama dan para mantan dubes Jepang. Jamuan makan malam itu menjadi penting, karena diadakan dua pekan menjelang kunjungan PM Shinzo Abe ke Jakarta pada 19 hingga 21 Agustus mendatang. Kedua pimpian pemerintahan itu diharapkan akan menandatangani perjanjian kerja sama ekonomi dalam kerangka EPA (Economic Partnership Agreement). Sedikitnya 17 tokoh bisnis dari perusahaan-perusahaan top Jepang berikut sejumlah mantan duta besar Jepang yang pernah bertugas di Amerika Serikat, Eropa dan kawasan Asia Tenggara hadir memenuhi undangan makan malam yang digelar di Wisma Duta, kediaman resmi dubes RI. Perusahaan-perusahaan tersebut banyak yang memiliki perwakilan usaha di Indonesia ataupun bermitra dengan pebisnis lokal. Ketua FEC Kunihiko Saito, yang juga mantan Wakil Menlu Jepang dan pernah menjabat Dubes Jepang untuk AS, mengatakan, pentingnya peran ASEAN bagi masa depan Jepang dan juga sebaliknya, namun perlu memberi makna yang lebih dalam seiring dengan dinamika yang berkembang di masing-masing negara. "Kita semua perlu menjaga hubungan kerja sama ini dalam jangka waktu yang panjang," demikian Saito, yang juga pernah menjabat Presiden JICA (Japan International Cooperation Agency). Hubungan Indonesia Jepang tahun depan juga akan memasuki usia ke 50 tahun, sejak ditandatanganinya traktat diplomatic RI-Jepang pada 20 Januari 1958. Hubungan bilateral itu juga memasuki babak baru, mengingat saat ini pimpinan Jepang dipimpin generasi pasca Perang Dunia II, yang bisa disebut kurang mengenal Indonesia secara dekat, ketimbang pimpinan generasi sebelumnya. Kedua negara juga sepakat menggelar berbagai kegiatan yang berfokus pada hubungan people to people untuk memperingati setengah abad hubungan bilateral tersebut. Tokoh-tokoh yang tergabung dengan FEC merupakan komunitas yang memiliki kaitan erat dengan dunia bisnis di Jepang. Mereka juga memiliki hubungan mesra dengan pemerintah Negeri Sakura itu, yang ditandai dengan banyaknya mantan pejabat pemerintah yang memimpin FEC. Selain itu, anggota FEC juga merupakan anggota Keidanren atau Federasi Bisnis Jepang (FBJ), yang banyak memberikan pengaruh bagi kegiatan bisnis dan ekspansi investasi perusahaan Jepang di luar negeri. FEC merupakan instrumen bagi pemerintah Jepang untuk memperlancar diplomasi negara tersebut di luar negeri. Namun demikian, FEC juga memiliki keunikan dari hubungan tersebut. FEC bisa menggerakkan opini publik baik di dalam negeri maupun di luar negeri mengingat peran perusahaan-perusahaan top Jepang di manca negara, sehingga terkadang menjadi penasehat pemerintah, seperti halnya Departemen Luar Negeri Jepang sendiri. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007