Gorontalo (ANTARA News) - Program Pos Gizi yang berada di Desa Haya-Haya, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo mengupayakan penurunan angka kekerdilan dengan melakukan pembinaan dan pemantauan gizi secara langsung pada masyarakat.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek yang meninjau Pos Gizi di Desa Haya-Haya, Selasa, mengapresiasi program tersebut yang langsung melibatkan masyarakat mulai dari pencegahan hingga penanganan kasus kekerdilan.
"Inovasi positif ini bagus sekali, kita perlu sosialisasikan contoh-contoh yang baik seperti ini," ujar Menkes.
Upaya tersebut melibatkan masyarakat untuk mengetahui apa itu stunting, dan bersama-sama melakukan upaya untuk pencegahan stunting mulai dari remaja putri (calon ibu) tidak anemia dan ibu hamil tidak kekurangan energi, serta pentingnya pemantauan tumbuh kembang bayi.
Kekerdilan atau stunting merupakan kasus kekurangan gizi kronis selama bertahun-tahun yang dimulai dari remaja anemia, ibu hamil tak terpenuhi gizi, hingga usia 1.000 hari pertama kehidupan pada bayi yang tak tercukupi pemenuhan gizinya.
"Stunting kan kekurangan gizi kronis ya, waktu untuk memperbaiki gizi ada di anak usia dua tahun. Masih bisa sampai lima tahun tapi sulit, hanya sedikit. Jadi, jangan nunggu anak telanjur stunting. Terlambat itu," jelas Nila.
Kegiatan Pos Gizi Desa Haya-haya dibentuk sejak tahun 2013 secara swadaya dengan memanfaatkan partisipasi masyarakat dibantu tim penggerak gizi dan bidan desa, serta dibina Puskesmas Kecamatan setempat.
Sejak tahun 2017, kegiatan pos gizi desa telah diintegrasikan dengan dana desa yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Kegiatan Pos Gizi dimulai dari pendataan sasaran melalui pengukuran di Posyandu yang dilakukan oleh kader dan divalidasi oleh petugas kesehatan, terutama data antropometri dan status gizi.
Semua calon peserta pos gizi diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya penyakit penyerta. Bila ditemukan penyakit penyerta, maka terlebih dulu dilakukan perawatan sampai pulih dan selanjutnya diikutsertakan dalam pos gizi.
Baca juga: Menkes: pencegahan kekerdilan dari sekolah
Lalu selama 12 hari berturut-turut, peserta pos gizi bayi 6-11 bulan dan lalita 12-59 bulan beserta ibunya, akan dikumpulkan di Pos Gizi untuk dipantau penambahan berat badannya, mengajarkan kebersihan diri, melakukan permainan, dan pendampingan pengolahan makanan bergizi dengan bahan pangan lokal.
Menu yang digunakan dalam Pos Gizi disusun oleh petugas gizi Puskesmas dengan jumlah kalori yang tekandung antara 300-500 kkal disertai protein 5-12 gram.
Salah satu hal yang menarik adalah adanya tata tertib yang harus dipenuhi oleh para peserta, yaitu harus datang tepat waktu dan tidak boleh membawa makanan ringan, susu dan uang jajan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Roni Sampir mengatakan ada 205 Pos Gizi di seluruh wilayah Kabupaten Gorontalo.
Setiap desa dan kelurahan di Kabupaten Gorontalo melaksanakan intervensi gizi kurang dan pencegahan stunting melalui kegiatan pos gizi.
Baca juga: Menkes akan datangkan lima dokter ke Gorontalo
"Semua di Kabupaten Gorontalo, kasus gizi intervensinya melalui pos gizi. Kita ada 196 desa, kelurahan sembilan. Jadi totalnya ada 205 Pos Gizi," ujar Roni.
Jika ditemukan permasalahan gizi berat, Pos Gizi desa akan merujuk kasus gizi disertai penyulit ke Therapeutic Feeding Center (TFC) Kabupaten Gorontalo yang ada di empat wilayah di Puskesmas Rawat Inap Boleyohuto, Puskeamas Batudaa, Puskesmas Telaga, dan Puskesmas Tibawa.
Setelah mendapatkan perawatan lebih intensif, pasien yang telah dipulihkan di TFC akan ditindaklanjuti oleh pos gizi desa setelah kembali ke desanya.
Dengan upaya ini, Kabupaten Gorontalo?telah berhasil menurunkan prevalensi stunting balita usia 0-59 bulan dari 40.7 persen pada 2015 menjadi 32.3 persen di 2017.
Prevalensi kekerdilan bayi dua tahun usia 0 hingga 24 bulan mengalami penurunan dari 32,3 persen pada 2015 menjadi 28,4 persen pada 2016 dan jadi 24,8 persen pada 2017.
Baca juga: Menkes dorong daerah lain contoh inovasi Gorontalo
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018