Ghazni, Afghanistan (ANTARA News) - Taliban hari Jumat menolak mengizinkan sebuah tim medis Afghanistan menemui 21 sandera Korea Selatan (Korsel) dan menyatakan, mereka akan membebaskan dua orang yang sakit parah hanya jika pemerintah membebaskan dua pemberontak yang dipenjara. Tim yang terdiri dari dokter dan perawat secara sukarela menawarkan diri untuk merawat sandera-sandera itu, yang sebagian besar dikabarkan sakit setelah ditahan lebih dari dua pekan, dan mereka pergi ke provinsi Ghazni, Afghanistan selatan, dimana para pekerja bantuan itu diculik. Namun, Taliban menyatakan, mereka telah menolak mengizinkan orang-orang itu menemui para sandera. "Jika mereka khawatir mengenai kesehatan mereka (sandera), mereka harus membebaskan dua orang kami yang ditahan sebagai imbalan bagi pembebasan dua sandera yang sakit parah," kata jurubicara Taliban Yousuf Ahmadi. Ia menyatakan, Selasa, dua dari 16 wanita yang disandera dalam kelompok orang Korea Selatan itu mengalami permasalahan medis serius. "Kondisi mereka sangat buruk. Kami tidak memiliki cukup obat -- mungkin mereka akan meninggal," katanya. Ia tidak memberikan penjelasan terinci lebih lanjut mengenai kondisi mereka. Perundingan untuk membebaskan sandera tampaknya macet karena penolakan pemerintah memenuhi tuntutan Taliban bagi pembebasan tahanan itu. Taliban menculik kelompok orang Korea Selatan itu pada 19 Juli di provinsi wilayah selatan Ghazni ketika mereka sedang dalam perjalanan dari Kabul menuju provinsi Kandahar, Afghanistan selatan. Pastur yang memimpin kelompok Kristen itu, Bae Hyung Kyu, ditembak mati. Tubuhnya yang tertembus peluru ditemukan pada 25 Juli, hari ulang tahunnya yang ke-42. Seorang sandera lagi juga telah ditembak mati oleh kelompok garis keras tersebut. Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di Afghanistan oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang bertanggung jawab atas serangan-serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001, demikian laporan AFP. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007