Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya menangkap Eni Maulani Saragih, tapi juga mengamankan suami Wakil Ketua Komisi VII DPR itu, yakni Muhammad Al Khadziq, dalam pengusutan dugaan suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Al Khadziq adalah calon Bupati Temanggung, Jawa Tengah yang berpasangan dengan Heri Ibnu Wibowo dalam Pilkada Serentak pada 27 Juni 2018 lalu.

Untuk diketahui, Al Khadziq bersama 12 orang lainnya termasuk yang diamankan dalam serangkaian kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Jumat (13/7) sore hingga Sabtu (14/7) dini hari.

"Jadi, 13 yang kami amankan hanya dua orang yang menjadi tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Artinya yang lain dilakukan proses pemeriksaan karena dipandang mengetahui bagian dari peristiwa," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7) malam.

Al Khadziq bersama dua orang lainnya masing-masing dua staf dari Eni merupakan rombongan terakhir yang diamankan KPK pada Sabtu (14/7) dini hari. Ketiganya diamankan di rumah Eni di kawasan Larangan, Tangerang.

Setelah melakukan pemeriksaan dan dilanjutkan gelar perkara dalam waktu 1x24 jam, KPK pun meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan dua orang tersangka, yakni anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS) dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).

Sementara itu, dalam kesempatan sama Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan lembaganya belum menemukan adanya indikasi suap yang diterima Eni juga berkaitan dengan pancalonan suaminya itu dalam proses Pilkada.

"Ini belum sampai ke sana. Jadi, kami masih fokus pada hari ini untuk kasus pemberian suap yang terjadi kemarin," ungkap Basaria.

Dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.

Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

"Diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, 8 Juni 2018 Rp300 juta," kata Basaria.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

"Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1," ucap Basaria.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga: KPK tahan pemberi suap kepada Eni Saragih

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Keduanya pun telah resmi ditahan oleh KPK untuk 20 hari pertama. Eni ditahan Rutan Cabang KPK di kantor KPK Kavling K-4.

Sedangkan Johannes di Rutan Cabang KPK di gedung KPK Kavling C-1.

Baca juga: KPK resmi tahan anggota DPR Eni Saragih

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018