Yogyakarta (ANTARA News) - Pengelolaan Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh pihak swasta akan membuat keraton kehilangan nilai-nilai luhur yang dimiliki karena investor cenderung berorientasi mendapatkan keuntungan ketimbang melestarikan nilai budaya. "Keraton Kasultanan Yogyakarta sebaiknya tetap dikelola oleh pihak keraton, kalau mau menyerahkan pengelolaan kepada pihak swasta sebaiknya untuk kawasan tertentu di lingkungan keraton (dalam beteng) namun di luar bangunan keraton," kata Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof.Dr.Ir. Chafid Fandeli, MS di Yogyakarta, Jumat. Ia mengatakan perspektif yang nantinya berkembang jika dikelola swasta adalah mendapatkan uang yang sebanyak-banyaknya sehingga keraton cenderung bersifat komersial tanpa upaya pelestarian nilai-nilai yang dimiliki keraton. Pengembangan keraton tidak perlu dengan swastanisasi tetapi dengan peningkatan sumber daya manusianya terutama para pemandu wisata. "Pemandu wisata jangan hanya dibekali pengatahuan tentang keraton tetapi bagaimana mengelola pariwisata keraton," katanya. Hampir semua pemandu wisata keraton sangat hafal sejarah keraton tetapi sedikit dari mereka yang memiliki kemampuan menginterpretasikan nilai-nilai luhur yang dimiliki keraton. Ia mengatakan saat ini sudah terjadi pergeseran perspektif kepariwisataan global dari `wisata lama` ke arah `wisata baru`. `Wisata lama` ditandai dengan wisatawan yang bertujuan untuk mencari kesenangan saja tanpa mencari nilai filosofis dan pengetahuannya. Sedangkan `wisata baru` berbentuk pariwisata `minat khusus` yang biasanya mengambil obyek wisata berupa alam, kota, agro, bahari, atau budaya. "Pariwisata budaya sendiri bisa berupa `heritage` atau pun budaya yang hidup di masyarakat," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007