Jakarta (ANTARA News) - Program kerja yang ditawarkan lebih penting untuk menjadi pertimbangan dipilih daripada hanya melihat figur, kata pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, seharusnya program apa yang diusung pasangan calon. Akan tetapi, publik disibukkan siapa jadi cawapres dan yang menarik untuk Joko Widodo jadi pasangannya.
Emrus Sihombing menilai sistem politik di Indonesia belum matang serta ideologi Pancasila belum mengakar dalam kehidupan sehingga membuat masyarakat lebih fokus pada pasangan calon daripada program-programnya.
Ia mencontohkan Singapura yang politiknya lebih matang tampak dalam pemilihan presiden pada tahun 2017 yang terpilih adalah seorang dari minoritas.
"Menjadi persoalan ketika menjadi calon presiden dan pasangannya menjadi sentral ibarat masinis kereta api atau nakhoda kapal," ucapnya.
Meski begitu, dia menilai dalam Pemilu Presiden 2019 menjadi pembicaraan menarik karena cawapres akan mendapat karpet merah menuju calon presiden pada tahun 2024.
Terkait dengan hal itu, dia yakin kini perbincangan dalam parpol sedang intensif dalam menganalisis pasangan calon, baik dari partai maupun bukan partai.
"Bisa partai, bisa bukan partai, siapa pun dengan asumsi menang dan berpeluang dalam capres pada Pilpres 2024. Perbincangan ini jadi menarik," tutur Emrus.
Emrus berpendapat partai koalisi mempertimbangkan tentang elektabilitas cawapres yang akan berpasangan dengan Jokowi karena berdasarkan survei masih di bawah 50 persen.
Baca juga: Golkar kukuh ajukan Airlangga jadi Cawapres
Baca juga: Peluang Mahfud dampingi Jokowi dinilai kecil
Baca juga: SBY: Sampai sekarang Demokrat belum punya capres
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018