Semarang (ANTARA News) - Yunanto Adi, selaku pelapor informasi dugaan penjiplakan oleh Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Profesor Fathur Rokhman kepada Jurnal Litera menegaskan, dirinya tidak mengadu, melainkan hanya menyampaikan informasi.
"Saya tidak mengadu. Saya hanya menginformasikan kepada Litera. Ini lho ada berita seperti ini yang viral di kalangan masyarakat. Kan itu nyebar kemana-mana. Itu benar atau tidak?" katanya di Semarang, Jumat.
Hal itu diungkapkannya terkait surat keberatan yang disampaikan Unnes kepada pengelola Jurnal Litera terkait surat balasan yang dikirimkan kepada Yunanto atas informasi dugaan penjiplakan oleh Fathur Rokhman yang viral.
Dugaan penjiplakan itu terkait dua artikel, yakni artikel Fathur Rokhman berjudul "Kode Bahasa dalam Interaksi Sosial Santri: Kajian Sosiolinguistik di Pesantren Banyumas" yang dipublikasikan Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Litera, UNY, pada 2004.
Artikel kedua, dari Anif Rida berjudul "Pemakaian Kode Bahasa dalam Interaksi Sosial Santri dan Implikasinya Bagi Rekayasa Bahasa Indonesia: Kajian Sosiolinguistik di Pesantren Banyumas" yang dipublikasikan saat Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya pada 2003.
Yunanto mengatakan secara prinsip surat yang dikirimkannya kepada pengelola Litera itu untuk menginformasikan bahwa ada dugaan penjiplakan sehingga segera dilakukan penyelidikan agar permasalahannya jelas.
"Saya tidak memakai kata `plagiat`, tetapi `penjiplakan` mengacu Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Itu informasinya benar atau tidak? Demi nama baik dan reputasi Litera," jelasnya.
Kemudian, kata Yunanto yang dikenal sebagai pegiat sosial itu, dasarnya menyampaikan informasi tersebut kepada Litera sebenarnya sudah diatur dalam UU Sisdiknas, yakni pada Pasal 8 dan 54.
Pada Pasal 8 UU Sisdiknas, kata dia, disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
"Payung hukumnya jelas. Disitu ada kata pengawasan dan evaluasi. Disebutkan juga masyarakat berhak, bukan berkewajiban. Berarti, saya berhak menyampaikan informasi," katanya.
Pada Pasal 54 Ayat (1), kata dia, disebutkan peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
"Di situ tertulis perseorangan, berarti boleh kan? Payung hukumnya kan jelas. Makanya, saya kemudian bersurat kepada Litera. Tolong diselidiki benar atau tidak. Jika tidak, ya, enggak apa-apa," katanya.
Kalaupun informasi tersebut benar, kata dia, Litera bisa mengambil sikap demi nama baik dan reputasi jurnal ilmiah tersebut, misalnya dicabut disertai dengan permintaan maaf.
"Atau, artikel itu tetap terpampang tetapi ada pernyataan sendiri dari Litera, atau bagaimana. Prinsipnya, surat saya ini menanyakan terkait informasi dugaan penjiplakan yang viral itu," pungkas Yunanto.
Sementara itu, Unnes sudah menyampaikan surat pernyataan keberatan yang ditujukan kepada Jurnal Litera atas beredarnya secara viral surat jawaban atas informasi yang dikirimkan Yunanto kepada pengelola jurnal itu.
Pernyataan itu disampaikan oleh Kepala UPT Humas Unnes Hendi Pratama yang dituangkan dalam surat keberatan dari Rektor Unnes Fathur Rokhman melalui kuasa hukumnya, Ali Masyhar.
Dalam poin pertama surat itu, Rektor Unnes menilai pengadu, dalam hal ini Yunanto merupakan subjek hukum yang tidak memiliki kepentingan terkait dengan isu yang beredar.
Dengan demikian, pengadu dinilai tidak memiliki "legal standing" apapun terhadap objek aduan, sebagaimana informasi dugaan penjiplakan Fathur Rokhman yang viral dan disampaikannya kepada Litera.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018