Jakarta (ANTARA News) - Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Susy Susanti, mengharapkan warganet (netizen) bijak dalam memberikan kritikan khususnya pada para pemain sektor tunggal.
"Dengan banyaknya masukan-masukan dari sosial media, cobalah lebih bijak, kasihan mereka, kalau bisa kritikannya yang membangun," kata dia, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.
Hal itu dia katakan menyusul kritikan-kritikan keras warganet pada pemain-pemain Indonesia lantaran prestasi atlet nasional bulutangkis Indonesia kurang menggembirakan belakangan ini.
Misalnya rangkaian hasil buruk pemain-pemain Indonesia di beberapa turnamen, bahkan di Indonesia Terbuka 2018 dan yang terakhir di Thailand Terbuka 2018, dimana wakil-wakil Indonesia terjungkal di putaran pertama atau putaran kedua.
Menurut Susy ada berbagai kendala yang dihadapi para pemain tunggal Indonesia, mulai dari undian yang tidak menguntungkan mereka, faktor kepercayaan diri yang semuanya bertalian dengan tingkat kematangan yang belum pada puncaknya.
Seperti dalam turnamen Indonesia Terbuka 2018, lanjut Susy, pemain-pemain Indonesia, khususnya tunggal putra, Jonatan Christie dan Anthony Ginting, yang langsung harus bertemu pemain top dunia pada babak-babak awal turnamen itu, di antaranya Kento Momota (Jepang) dan Viktor Axelsen (Denmark).
Faktor kepercayaan diri juga menjadi masalah, kata Susy, khususnya pada tunggal putri, di antaranya Fitriani yang tersingkir pada putaran pertama Thailand Terbuka 2018 oleh Goh Jin Wei (Malaysia) 12-21, 9-21.
"Kita harus tahu untuk membentuk pemain itu tidak gampang dan membutuhkan proses. Mungkin ada pemain yang cepat mencapai tingkat kematangan seperti Mia Audina, Ardi B Wiranata, dan saya. Namun ada yang lambat juga seperti Joko Supriyanto, Hendrawan, yang matang ketika usia 27-28 tahun," kata Susy.
Intinya, pihak PBSI, ujar dia, selalu mengevaluasi penampilan setiap atlet yang berlaga seperti apa penampilannya dan kalah karena faktor apa.
"Karenanya harus bijak, kalau secara permainan harapan kami minimal mereka bisa mengimbangi, namun memang sekarang belum. Ya itu berkaitan dengan kematangan dan keyakinannya," tutur Susy.
Proses yang panjang itu, dia mencontohkan negara Jepang yang kini mulai memasuki lagi era keemasan bulutangkis usai vakum prestasi sekitar 50 tahun dari era 60-an.
"Dan saat ini baru terlihat hasilnya mereka. Ya kita berharap Indonesia tidak sampai vakum selama itu ya, kami harapkan tiga hingga empat tahun ke depanlah untuk tunggal. Tunggal putra bisa lebih cepat, kita berharap pada olimpiade paling tidak sejajar," ujar dia.
"Yang perlu diketahui juga, sampai saat ini dalam setiap pertandingan belum ada yang bisa memastikan menang terus karena persaingan ketat dan semua punya kesempatan, tidak ada negara yang dominan. Karenanya kami harus siap-siap kerja keras mencapai harapan-harapan tersebut agar bisa terwujud walau harus disadari harus satu per satu dulu," dia katakan.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018