Jakarta (ANTARA News) - Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro meminta PT Pertamina (Persero) dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) bersama-sama memikirkan kepentingan nasional. "Saya sudah minta karena ini menyangkut distribusi BBM yang mencakup hajat hidup rakyat, maka jangan sampai kepentingan-kepentingan yang sifatnya mikro membuat kepentingan nasional terabaikan," katanya kepada wartawan usai seminar "cost recovery" di Jakarta, Kamis. Meski demikian, Purnomo menyatakan tidak akan ikut campur dalam penyelesaian utang piutang antara Pelindo dan Pertamina tersebut. "Permasalahan ini mestinya bisa diselesaikan di tingkat korporat, yakni secara b to b (bussiness to bussiness)," ujarnya. Akibat Pertamina yang belum membayar uang jasa angkut dan sandar kapal tanker senilai Rp750 miliar kepada Pelindo, empat unit kapal tanker Pertamina Unit Pengolahan III Plaju, Sumatera Selatan, tertahan di perairan Sungai Musi. Tertahannya kapal-kapal itu membuat distribusi BBM untuk keperluan masyarakat dan industri menjadi terhambat pula. Keempat kapal tanker Pertamina tidak bisa bersandar ke dermaga Kilang Plaju kerena tidak mendapat jasa pandu dan tunda dari PT Pelindo Palembang. Keempat kapal yang tertahan itu adalah MT Surya Chandra yang akan mengangkut minyak bakar 5.800 kiloliter dari Kilang Plaju ke Pelabuhan Panjang, Lampung dan MT Prima Tanker, akan mengangkut 1.800 kl premium dari Kilang Plaju ke Pelabuhan Pangkal Balam, Bangka. Dua kapal lain yang tertahan di dekat Sungai Musi adalah MT Budi Jasa yang membawa produk HOMC sebanyak 80.000 barrel dan rencananya memuat nafta 75.000 barel ke pelabuhan Balongan, Jawa Barat. Serta, MT Providence yang akan mengangkut 10.000 metrik ton minyak tanah ke Pelabuhan Panjang. Penghentian pelayanan jasa pandu dan tunda kapal-kapal angkut per 1 Agustus itu karena Pelindo menilai Pertamina mengabaikan ketentuan berupa pengajuan permohonan pelayanan 24 jam sebelumnya dan membayar uang pertanggungan 150 persen dari tarif jasa di muka. Pertamina berpendapat, pihaknya tetap berpegang pada surat Menteri Perhubungan tertanggal 7 Maret 2007 yang menyerahkan penyelesaian masalah itu kepada Menneg BUMN dengan mengajukan sejumlah pertimbangan. Antara lain, besaran tarif dan jasa pelayanan yang dikenakan ke Pertamina tetap harus memerhatikan kepentingan umum dan peningkatan mutu pelayanan jasa yang oleh karenanya dapat diberikan tarif promosi atau reduksi. Sebelumnya, Kepala Divisi Komunikasi Pertamina Wisnuntoro menjelaskan, belum dibayarnya utang itu karena hingga saat ini belum tercapai kesepakatan mengenai biaya sandar dan angkut tanker dengan Pelindo. "Mereka minta biayanya dalam dolar, sementara kita minta dalam rupiah. Pelindo sendiri baru menagih mungkin karena mereka baru melakukan audit, jadi didapatilah utang Pertamina sudah sebesar itu." katanya. Tunggakan tersebut berawal keluarnya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 72/2005 tentang Struktur, Golongan, dan Jenis Tarif Jasa Kepelabuhan, serta tarif Koofisien Tingkat Risiko (KTR) yang membebankan tarif dengan mata uang dolar untuk kapal asing. Sementara ke-74 kapal yang digunakan Pertamina untuk mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri merupakan kapal-kapal asing. (*)
Copyright © ANTARA 2007