Jakarta (ANTARA News) - Deputi Direktur Studi China CSIS, Scott Kennedy, menilai Kebijakan Baru ke Arah Selatan yang dilakukan Taiwan di Indonesia akan berhadapan langsung dengan kepentingan China.
"Secara langsung, kebijakan Taiwan akan mengalami hambatan dari kepentingan China dan akan menjadi pesaing utama. Terutama pada sektor penelitian, pengembangan, dan infrastruktur," tutur Kennedy, dalam diskusi di Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut dia memaparkan, kebijakan Belt and Road China secara umum tidak hanya mengancam Taiwan, namun juga negara-negara lain di kawasan seperti Jepang yang memiliki kepentingan besar.
Meski Kebijakan Baru ke Arah Selatan tidak sebesar yang dijalankan China, tetapi akan bisa masuk dengan baik di Indonesia mengingat adanya sejumlah kebutuhan spesifik.
"Dari segi pengembangan industri dan pertanian, lalu juga kesehatan. Indonesia butuh dengan hal-hal ini. Terlebih Taiwan merupakan salah satu yang terbaik dalam bidang kesehatan dunia," pungkas Kennedy.
Dalam kesempatan lain, Kepala Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei (TETO), John Chen, mengatakan, Kebijakan Baru ke Arah Selatan atau New Southbond Policy Taiwan menuai hasil dan perkembangan positif dalam berbagai bidang di Indonesia.
Indonesia merupakan rekanan perdagangan terbesar ke-14 dengan total volume mencapai tujuh miliar dolar amerika per tahunnya, dan menikmati surplus perdagangan dengan Taiwan sebesar 1,58 miliar dolar.
Sedangkan akumulasi nilai investasi Taiwan di Indonesia mencapai sekitar 15 miliar dolar, tutur Chen.
"Taiwan juga menjadi sumber investasi asing terbesar ke-19 di Indonesia," ujar Chen.
Sementara untuk interaksi sosial-budaya, terdapat sekitar 240.000 buruh migran Indonesia yang berada di Taiwan, ditambah sekitar 5.000 pelajar dari Indonesia yang belajar di sana.
"Pelajar dari Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak dari total pelajar asing di Taiwan," kata Chen.
Pewarta: Roy Bachtiar
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018