Indonesia telah berkomitmen didalam Paris Agreement untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, dengan target sebesar 29% pada tahun 2030 dengan kemampuan sendiri (target sektor energi sebesar 314jt ton CO2) dan target sebesar 41% dengan bantuan internasional. Pembangunan sektor energi baru dan terbarukan merupakan salah satu aksi mitigasi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dan mendukung energi yang berkelanjutan.
"Penggunaan energi surya sebagai green energy/clean technology harus menjadi pilihan dan prioritas bagi kita semua untuk mendukung sustainability," tutur Arifin. Posisi Indonesia sebagai negara beriklim tropis yang mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun dan kekayaan alam pasir silika merupakan anugerah yang harus dioptimalkan. Potensi pengembangan energi surya yang dimiliki Indonesia sangatlah besar.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Andhika Prastawa hingga saat ini terdapat minimal 400 rumah milik perseorangan di kawasan Jabodetabek yang telah memasang surya atap dengan kapasitas sekitar 2 KW, serta satu hotel dan satu mall yang telah memasang surya atap masing-masing berkapasitas 500 KW. "Dari data yang dimiliki AESI ini, berarti sekarang pemanfaatan surya atap mencapai sekitar 2000 KW atau 2 MW. Kami optimis ini akan naik terus, apalagi kalau ada regulasi yang memudahkan pelanggan PLN dalam memasang fotovoltaik dan tentunya dapat membantu pencapaian target pemanfaatan tenaga surya pemerintah yang ditetapkan sebesar 6400 MW," tambah Andhika. AESI dengan didukung Direktorat Jenderal EBTKE menetapkan target pemasangan 1 juta surya atap pada tahun 2025 atau setara 1000 MW.
Pada kesempatan yang sama, Arifin menuturkan bahwa salah satu tantangan pengembangan energi surya secara komersial adalah ketersediaan dana murah/soft loan di dalam negeri. Oleh karenanya, Kementerian ESDM telah melakukan beberapa upaya antaralain menerbitkan regulasi tentang pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk pembangkit listrik baik komersial maupun non-komersial;memfasilitasi terbentuknya Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap; pembentukan tim gabungan untuk memfasilitasi permasalahan pendanaan yang terdiri dari Ditjen EBTKE, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan PT PLN (Persero); serta melakukan beberapa pertemuan dan diskusi bersamastakeholder energi surya untuk penyusunan peraturan tentang PLTS Rooftop.
Melalui seminar ini, diharapkan dapat diperoleh suatu terobosan untuk menjawab tantangan tersebut, karena AESI dan Pemerintah tidak dapat berjalan sendiri, diperlukan dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan untuk berkontribusi dan bekerja sama.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2018