"Huawei percaya bahwa tiga sektor ini menjadi kebutuhan dasar dan juga menjadi fokus dari pemerintah," ujar Arri Marsenaldi, Executive Product Manager Huawei Indonesia, dalam temu media di kantor Huawei Indonesia, di Jakarta, Kamis.
Jasa keuangan atau perbankan, menurut Arri, menjadi fokus Huawei dikarenakan penetrasi finansial atau banking di Indonesia masih rendah, sehingga presentase masyarakat yang belum mendapat akses perbankan/jasa keuangan masih relatif besar.
"Pemerintah menargetkan 20 persen pada 2020, namun banyak masyarakat Indonesia belum mendapatkan akses ke perbankan, sebagian hanya kota besar," kata dia.
Lebih dari, Arri melihat bahwa bank masih fokus pada model tradisional di mana untuk membuka sebuah cabang membutuhkan biaya operasional sebesar Rp3,6 miliar.
Oleh karena itu, Huawei menghadirkan solusi branchless banking untuk mendukung inklusi keuangan sekaligus mendorong transformasi digital di sektor jasa keuangan.
Operasional branchless banking membutuhkan sekitar Rp600 juta per unit agen bank + ATM per tahun, dengan waktu layanan 24 jam setiap hari.
Jika dibandingkan, dengan anggaran belanja modal yang sama, ekspansi satu bank bisa melakukan pembukaan 50 cabang baru setiap tahun atau menambah 1.000-5.000 agen bank + ATM per tahun.
Fokus selanjutnya adalah optimalisasi penggunaan energi listrik lewat Smart Grid. Hal ini terkait dengan program pemerintah untuk membangun pembangkit listrik baru berkapasitass 35GW pada 2019. Sehingga, menurut Arri, solsi smart energy dari Huawei dapat memberikan efisiensi.
Smart Grid adalah suatu konsep tata kelola energi listrik berbasis teknologi, informasi dan komunikasi yang menyeluruh atau end to end, mulai dari pembangkit, transmisi, distribusi hingga pelanggan.
"Huawei punya teknologi yang boleh dibilang dapat memonitor terhadap akses ke masyarakat, termasuk dalam hal distribusi untuk membaca data secara akurat. Dengan Smart Grid manajemen pembangkit atau distribusi lebih baik, jadi bisa dibilang lebih efisien," kata Arri.
Lebih lanjut, Arri mengatakan bahwa tata kelola energi listrik berbasis pencatatan manual sangat rentan dengan kesalahan dan mengakibatkan banyak daya yang tersia-siakan sehingga efisiensi energi akan sulit dicapai.
Menurut Arri, implementasi Smart Grid bahkan dapat menghemat Opex hingga 20-30 persen.
Fokus berikutnya adalah penguatan manajemen transportasi berbasis digital lewat konsep Smart Airport. Hal ini juga sejalan dengan rencana pembangunan airport di Indonesia di mana pemerintah menargetkan untuk membangun 15 bandara baru di luar Jakarta selama periode 2015-2019.
Terlebih, tren pertumbuhan penumpang transportasi udara saat ini semakin meningkat, yang menurut Arri harus disikapi sebagai tantangan untuk melakukan transformasi digital.
"Manajemen airport harus standar internasional karena menjadi pilihan transportasi. Smart Airport memberi efisiensi operasi mulai parkir pesawat, mobil katering sampai akses masuk di mana kemanan saat ini menjadi prioritas," ujar Arri.
Sebagai informasi, berdasarkan data Bank Dunia, penumpang transportasi udara Indonesia telah meningkat lebih dari 10 kali lipat dari 8 juta penumpang domestik pada 1999 menjadi 96,6 juta penumpang pada 2016.
BPS juga mencatat jumlah penumpang domestik dan internasional Indonesia sepanjang tahun 2017 telah mencapai 128 juta penumpang, meningkat 9,5 persen dari tahun sebelumnya.
Baca juga: Huawei akan luncurkan chip dan ponsel 5G pada Juni 2019
Baca juga: Menjajal tiga kamera Leica di ponsel Huawei P20 Pro
Baca juga: Huawei kembangkan chipset Kirin 710 untuk ponsel mid-end
Baca juga: Evolusi ICT pengaruhi pertumbuhan ekonomi
Baca juga: Kecerdasan buatan alami kerentanan, siapa yang disalahkan?
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018