Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah terus mengantisipasi pergerakan asumsi dasar ekonomi makro di APBN 2018 agar tidak menganggu kinerja penerimaan maupun belanja yang sudah ditetapkan.

"Jadi pergerakan itu ada di UU APBN yang sudah mengamanatkan untuk bisa teralokasikan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis.

Sri Mulyani menjelaskan beberapa indikator ekonomi hingga sudah mengalami perubahan pada pertengahan 2018 dari asumsi yang ditetapkan pada awal penyusunan APBN.

Pergerakan asumsi tersebut memberikan dampak positif dari segi penerimaan, meski juga berpotensi menambah beban belanja subsidi energi.

"Dari sisi penerimaan maupun belanja, pasti ada beberapa yang bergerak, berdasarkan indikator ekonomi seperti harga minyak, nilai tukar bahkan juga dari sisi suku bunga," ujarnya.

Meski demikian, Sri Mulyani memastikan pemerintah tidak mengajukan rencana pembahasan APBN-Perubahan, karena pergerakan asumsi makro tersebut belum terlalu mengkhawatirkan.

Saat ini, beberapa asumsi makro dalam APBN sudah tidak sesuai dengan realisasi rata-rata, seperti harga ICP minyak, nilai tukar rupiah dan lifting minyak.

Harga minyak mentah Indonesia yang diasumsikan sebesar 48 dolar AS per barel, realisasinya hingga akhir Mei 2018 sudah mencapai 66 dolar AS per barel.

Sedangkan, realisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah mencapai rata-rata Rp13.714 atau lebih tinggi dari asumsi Rp13.400.

Kenaikan harga minyak tersebut memberikan tambahan pendapatan dari PNBP sektor migas. Namun, pergerakan rupiah bisa menambah pagu alokasi untuk belanja energi.

Menurut rencana, pemerintah sedang membahas rencana penambahan subsidi untuk BBM dengan DPR, dari sebelumnya Rp500 per liter menjadi Rp2000 per liter.

Tidak adanya APBN Perubahan merupakan hal yang jarang terjadi, karena pemerintah selalu mengajukan APBN Perubahan setiap tahunnya, akibat asumsi makro yang meleset.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018