New York (ANTARA News) - Harga minyak menetap lebih tinggi pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena para pedagang mencerna laporan prospek energi jangka pendek dari Badan Informasi Energi AS (EIA).
Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus, naik 0,26 dolar AS menjadi menetap di 74,11 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman September, bertambah 0,79 dolar AS menjadi 78,86 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
EIA memperkirakan dalam sebuah laporan bahwa harga minyak mentah Brent akan mencapai rata-rata 73 dolar AS per barel pada paruh kedua tahun 2018 dan akan mencapai rata-rata 69 dolar per barel pada 2019.
Lembaga tersebut juga memproyeksikan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) akan mencapai rata-rata enam dolar AS per barel lebih rendah dari harga Brent pada paruh kedua 2018 dan tujuh dolar AS per barel lebih rendah pada 2019.
Sementara itu, EIA memperkirakan produksi minyak mentah AS mencapai rata-rata 10,8 juta barel per hari pada 2018, naik dari 9,4 juta barel per hari pada 2017, dan menjadi rata-rata 11,8 juta barel per hari pada 2019.
Sementara itu, Reuters melaporkan bahwa kenaikan harga minyak juga dipicu oleh penarikan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan dan kekhawatiran pasokan di Norwegia dan Libya, meskipun kenaikan itu dihambat oleh indikasi bhawa Amerika Serikat akan mempertimbangkan permintaan keringanan dari sanksi minyak Iran.
Persediaan minyak mentah AS turun minggu lalu sebesar 6,8 juta barel, menurut data dari kelompok industri American Petroleum Institute (API). Penurunan itu lebih besar dari yang diperkirakan, menyebabkan harga minyak mentah berjangka naik dalam perdagangan pasca-penyelesaian.
Para analis yang disurvei oleh Reuters meramalkan bahwa persediaan minyak mentah turun rata-rata 4,5 juta barel, di depan data pemerintah yang akan dirilis pada pada Rabu pukul 10.30 pagi waktu setempat (14.30 GMT). Demikian dilansir Xinhua, Reuters.
Baca juga: Iran: sanksi minyak AS bikin lemah OPEC
Baca juga: Arab Saudi siap sedot lebih banyak minyak untuk seimbangkan pasar
Baca juga: Harga minyak AS capai tingkat tertinggi
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018