Kami sudah menyampaikan kepada pimpinan KPK, tolong kepala daerah yang menang, yang dia statusnya tersangka, kalau cukup bukti dan tidak dalam konotasi kami intervensi; itu dipercepat proses hukumnya."
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempercepat proses hukum kepala daerah terpilih yang berstatus tersangka dalam dugaan kasus korupsi.
"Kami sudah menyampaikan kepada pimpinan KPK, tolong kepala daerah yang menang, yang dia statusnya tersangka, kalau cukup bukti dan tidak dalam konotasi kami intervensi; itu dipercepat proses hukumnya," kata Tjahjo Kumolo di Gedung Kemendagri Jakarta, Senin.
Percepatan proses hukum tersebut diharapkan dapat membawa kepastian status bagi para kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, khususnya mereka yang mengikuti pemilihan kepala daerah dan terpilih.
Dari sembilan calon kepala daerah berstatus tersangka korupsi, dua di antaranya meraup suara terbanyak dalam Pilkada 2019 berdasarkan hasil rekapitulasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dua calon kepala daerah itu adalah Calon Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus dan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo. Ahmad Hidayat Mus - Rivai Umar meraih 176.993 suara (31,45 persen), sedangkan Syahri Mulyo - Maryoto Birowo meraih 355.966 suara (59,8 persen).
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bachtiar Baharudin mengatakan kedua calon kepala daerah tersebut tetap akan dilantik sebagai kepala daerah terpilih meskipun status hukum keduanya sebagai tersangka dan dalam tahanan.
"Mereka berpasangan, ketika mengikuti Pilkada, jadi ya tetap harus dilantik. Kalau tidak pernah dilantik, maka statusnya hanya kepala daerah terpilih dan belum pejabat kepala daerah. Sehingga untuk memberhentikan, baik secara sementara atau permanen, mereka harus tetap dilantik dan mendapat surat keputusan," jelas Bachtiar ketika dihubungi Antara dari Jakarta, Senin.
Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota pada pasal 163 dan 164 dijelaskan dalam hal calon gubernur atau bupati terpilih ditetapkan sebagai tersangka, maka dia tetap dilantik menjadi gubernur atau bupati.
Kemudian, pemberhentian sementara terhadap kedua kepala daerah tersangka dan dalam tahanan KPK tersebut mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 65 ayat 3 tentang pelarangan terhadap kepala daerah yang sedang menjalankan masa tahanannya.
"Artinya, pada saat itu juga langsung diberikan dua SK (surat keputusan); pertama adalah SK pelantikan sebagai kepala daerah terpilih, kedua SK pemberhentian sementara kalau mereka masih berstatus tersangka atau terdakwa, atau pemberhentian permanen kalau sudah divonis," ujar Bachtiar.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018