"Minyak Iran takkan kehilangan pelanggannya sebab banyak perusahaan membeli minyak dari negeri ini," kata Moayyed Hosseini Sadr, penasihat di Kementerian Perminyakan Iran.
"Mungkin akan terjadi sedikit penurunan dalam penjualan minyak Iran, tapi pembelian secara diam-diam minyak Iran oleh banyak perusahaan dapat menggantikannya," katanya.
Namun, jika Amerika Serikat terus menekan untuk melarang penjualan minyak mentah Iran, "Itu akan mengganggu rencana OPEC sebab Iran memproduksi lima persen dari seluruh hasil minyak dunia dan ini adalah jumlah yang penting`," ia menambahkan, sebagaimana dikutip Xinhua.
"Takkan ada lagi organisasi semacam itu (seperti OPEC) pada masa depan, setelah berlanjutnya sanksi" terhadap Iran, kata pejabat tersebut sebagaimana dikutip IRNA.
Pada 26 Juni, Departemen Luar Negeri AS menyatakan telah mendorong banyak negara agar berhenti mengimpor minyak dar Iran mulai November. Amerika Serikat, katanya, "tidak menjamin pengabaian" oleh setiap negara yang melakukan bisnis dengan Iran.
Setelah keputusan Presiden AS Donald Trump untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran, yang bersejarah, pada 8 Mei, Amerika Serikat berikrar akan memberlakukan kembali sanksi atas Teheran dan menjatuhkan hukuman seperti sanksi sekunder atas negara yang memiliki hubungan bisnis dengan Teheran.
Perusahaan yang melakukan bisnis di Iran diberi waktu sampai 180 hari untuk mengakhiri penanaman modal, jika tidak, mereka menghadapi risiko dikenakan denda sangat besar, katanya.
Penarikan diri Washington dari kesepakatan nuklir Iran, yang bersejarah, dikecam banyak pihak di seluruh dunia. Dan sebagian sekutu utamanya di Eropa telah berusaha mencegah kesepakatan 2015 tersebut berantakan.
Harga minyak naik setelah pesan dari Departemen Luar Negeri AS itu.
(Uu.C003)
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018