Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berupaya membuat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mampu berkembang dan naik kelas melalui sejumlah kebijakan seperti penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final.
"Selama beberapa periode perkembangannya belum terlalu naik kelas. Supaya pondasi ekonomi Indonesia tetap kuat, jangan hanya bertahan di usaha kecil saja," kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir pada Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta, Jumat.
Aturan penurunan tarif PPh final bagi pelaku UMKM ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2018.
Melalui kebijakan tarif PPh final 0,5 persen, UMKM yang jumlahnya mencapai lebih dari 62 juta unit diharapkan mampu naik kelas salah satunya melalui pembelajaran pembukuan.
Iskandar menilai adanya kewajiban pembukuan itu berdampak positif bagi UMKM dalam mengembangkan usaha.
"Kalau UMKM mau berkembang pesat, harusnya dia bisa memperkirakan bagaimana pendapatan dia, biaya yang didapatkan, sehingga untuk menjadi besar harus tahu perencanan ke depan," ujar dia.
Iskandar menyebutkan bahwa peraturan tarif PPh final 0,5 persen merupakan bagian dari sejumlah kebijakan ekonomi bagi UMKM, di antaranya paket kebijakan ekonomi XII, program kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), kredit usaha rakyat (KUR), dan kredit usaha rakyat berorientasi ekspor (KURBE).
"Banyak sekali keberpihakan pemerintah terhadap industri-industri kecil dan menengah ini, seperti KUR dengan bunga tujuh persen, sehingga bisa mendorong lebih cepat lagi bagi para pelaku UMKM dalam menjalankan usahanya," kata dia.
Lebih lanjut, Iskandar menjelaskan bahwa peranan UMKM sangat besar dalam perekonomian nasional, di mana sekitar 97 persen tenaga kerja berasal dari sektor tersebut.
Dari segi proporsi industri, terdapat sekitar 93,4 persen merupakan industri kecil, 5,1 persen industri menengah, dan 1,5 persen industri besar.
Menurut data Bank Dunia pada 2013, peran industri kecil di Indonesia masih lebih tinggi (93,4 persen) dibandingkan beberapa negara seperti Filipina (64,6 persen), Vietnam (59,56 persen), dan Brasil (36,6 persen).
Iskandar menyebutkan beberapa penyebab UMKM belum mampu berkembang, yaitu tidak punya akses pembiayaan, tidak punya akses pasar dan peluang usaha, kapasitas SDM dan kelembagaan UKM rendah, serta regulasi dan birokrasi tidak kondusif.
"Presiden Jokowi telah mewanti-wanti UMKM harus naik kelas. Untuk menuju ke sana, kualitas SDM harus ditingkatkan. Peningkatan nilai tambah produk termasuk packagingnya. Berikutnya soal manajemen, penguatan kelembagaan, kemudian kemudahan dan kepastian berusaha," ujar dia.
Pewarta: Roberto Calvinantya Basuki
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018