Pontianak (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluhkan kualitas laporan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang masuk ke lembaga itu yang sebagian besar tidak memenuhi syarat sehingga sulit ditindaklanjuti. "Dari sekitar 21 ribu laporan yang masuk ke KPK hingga kini, yang dapat ditindaklanjuti dua persen lebih," kata Wakil Ketua KPK, Erry Riyana Hardjapamekas di sela Seminar Sosialisasi Anti Korupsi di Pontianak, Rabu. Ia mengatakan, sebanyak 1,1 persen dari laporan yang masuk telah ditindaklanjuti ke penanganan selanjutnya oleh KPK. Sedangkan 0,5 persen ke arah pencegahan dan 0,5 persen ke bidang lain. Menurut Erry, laporan dugaan korupsi yang disampaikan ke KPK cenderung berdasarkan kliping berita di media massa. "Padahal, berita di media massa juga belum tentu semuanya benar dan dari sumber yang tepat pula," ujarnya. Hal itu menyebabkan laporan tersebut kualitasnya belum memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti secara hukum. Ia berharap, masyarakat maupun elemen lain yang peduli dengan anti korupsi memberikan petunjuk yang "berguna" untuk KPK. Ia menambahkan, KPK sejak didirikan tahun 2004 telah menyetor lebih dari Rp35 miliar ke kas negara berdasarkan putusan peradilan yang sifatnya final (putusan Mahkamah Agung). "Lembaga lain mungkin banyak yang menyatakan telah menyelamatkan aset negara sekian banyak, tetapi disetor atau tidak ke kas negara," ujar Erry. Ia juga menilai adanya pendapat bahwa anggaran yang dikucurkan ke KPK dengan aset negara yang diselamatkan tidak sebanding, merupakan analisis yang "tidak cerdas". Erry mengatakan, mencuatnya pendapat itu karena adanya kelompok yang rekannya tersangkut Tipikor dengan KPK. "Mereka mengatakan KPK melakukan tebang pilih. Padahal ketika kepentingan atau kolega mereka tidak terganggu akan diam saja dan sebaliknya," kata Erry. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan realisasi anggaran yang digunakan KPK dalam periode 2004-2006 itu mencapai Rp247,68 miliar. Menurut ICW, hanya dua kasus (Tipikor) yang ditangani KPK yang memiliki nilai strategis, yaitu korupsi dana nonbujeter di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) serta pungli di Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Johor, Malaysia. (*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007